
Kali ini Tim redaksi menelusuri jejak-jejak sejarah Islam dan Mathla’ul Anwar. Minggu akhir bulan April 2017, kami mendatangi kampung Janaka, Desa Jaya Mekar Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Kami menemui sesepuh dan tokoh setempat diantaranya Ustadz Nasirin di Kampung tersebut dan mewancarainya tentang keberadaan Mesjid Al-Jamal Janaka yang masih kokoh berdiri.
Mesjid Al-Jamal atau Mesjid Janaka, berada di Kampung Janaka, bisa ditempuh dari Jakarta sekitar 4 sampai lima jam perjalan dengan menggunakan mobil pribadi. Bisa ditempuh melalui Ibu Kota Pandeglang dengan keluar dari Pintu Tol Serang Timur kemudian masuk kota pandeglang atau keluar pintu tol cilegon sambil menyusuri indahnya pesisir pantai Anyer sampai Carita. Kampung tersebut berada di kaki gunung Aseupan. Dalam posisi google map posisi mesjid tersebut bisa dilacak https://www.google.co.id/maps/@-6.3154402,105.8823325,274m/data=!3m1!1e3

Menurut penuturan sesepuh yang kami temui di sana yang masih memegang tadisi tutur, mereka mendengar cerita dari leluhurnya bahwa mesjid tersebut didirikan 1875 lebih tua 8 tahun dari Mesjid Agung Caringin yang didirikan pada tahun 1884 setahun setelah meletusnya Gunung Krakatau dan Mesjid Agung Carita yang berdiri pada tahun 1895. Nama mesjid Al-Jamal di sematkan oleh masyarakat dan diambil dari nama pendiri mesjid tersebut, KH. Mas Djamal. Ia merupakan seorang ulama setempat yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Kesultanan Banten di masa itu.
Konon, kata Mas/Hipermas yang melekat pada nama Mas Jamal merupakan keturunan tokoh legendaris kakak beradik Ki Mas Jong dan Ki Agus Ju, yang menjadi pengikut setia dari Sultan Hasanuddin. Sedangkan Ki Mas Jong orang pertama yang masuk Islam di Banten.

Sebelum mesjid berdiri, tempat tersebut merupakan surau/langgar yang peruntukannya untuk shalat lima waktu namun bukan untuk shalat Jumat. Untuk shalat Jumat Mas Djamal dan dan KH Markani beserta masyarakat menunaikan shalat Jum’at di Mesjid Agung Kesultanan Banten yang terletak di pesisir Utara pantai Jawa dengan jarak puluhan kilo, melewati terjalnya gunung haseupan agar tidak terlihat oleh pemerintah kolonial Belanda. Di ceritakan oleh sesepuh di sana untuk sampai ke Mesjid Agung Banten Masyarakat Janaka harus pergi dari rabu atau hari kamis agar tidak ketinggalan untuk mengikuti Shalat Jum’at. Faktor inilah yang melat belakangi pendirian mesjid tersebut.
Kiai Mas Djamal meminta kepada Kesultanan Banten agar beliau beserta masyarakat diperbolehkan mendirikan mesjid di kampung tersebut agar semua kaum muslimin yang laki laki bisa melaksanakan shalat Jum’at. Maka dibangunlah mesjid tersebut pada tahun 1875 Masehi. Menurut buku karya Muhammad Nahid Abdurrahman yang berjudul “KH Mas Abdurrahman Pendiri Mathla’ul Anwar” tahun tersebut adalah kelahiran KH Mas Abdurrahman putera dari KH Mas Djamal. Sementara itu, dalam buku berjudul “Dirasah Islamiyah I: Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar” yang diterbitkan Pengurus Besar Mathla’ul Anwar menyebutkan bahwa KH Mas Abdurrahman lahir pada 1868.
Mendengar permohonan Ki Mas Djamal maka pihak kesultanan Banten merestui rencana pembangunan mesjid tersebut dan mengirimkan beberapa barang untuk kebutuhan pembanguna mesjid diantaranya:
1. Mastaka (hiasan diatas Kubah),
2. Mimbar
2. Tongkat (tongkat untuk khotib saat berkhutbah),
3. Alat Palak (penentu waktu shalat)
4. Kitab Fiqih
5. Rampadan (tempat Air)
6. Tiang Besar Mesjid
Tiada yang tahu persis bahkan tidak ada sejarah yang tertulis mengenai cara membawa barang-barang beserta alat alat tersebut yang begitu besar untuk sampai ke kampung Janaka yang terletak di kaki gunung Aseupan. Menurut pengakuan beberapa sesepuh setempat bisa jadi berkat Izin Allah Subhanahu Wata’ala dan karomahnya KH Mas Djamal sehingga barang-barang tersebut sampai ke kampung Janaka
Masih penuturan Ustadz Nasirin dan tokoh-tokoh setempat bahwa mastaka yang berada di kubah mesjid yang masih ada sekarang memiliki energi tersendiri. Dulu kalau akan terjadi huru-hara baik oleh Belanda maupun oleh pengacau lainnya maka mastaka akan menunjuk ke arah mana huru-hara tersebut terjadi.
Para sesepuh juga menceritakan pasca peristiwa Geger Cilegon pada tahun 1888, di mana Ki Wasyid (bapak dari KH Mansur Muhidin Pendiri Al Khoiriyah Cilegon) bersama para tokoh Banten bersembunyi di kampung Janaka dan ditampung dan dirawat oleh Ki Mas Djamal karena mengalami luka-luka. Setelah suasana dan kondisi badan membaik, sebagai wujud terima kasih kepada ki Mas Djamal, Ki Wasyid menawarkan hadiah kepada Ki Mas Djamal. Namun, Ki Mas Djamal menolaknya, ia hanya minta kepada ki Wasid agar putera-puteranya menjadi anak Soleh.
Tidak berapa lama setelah geger Cilegon di tahun 1890-1900an Ki Mas Djamal pergi menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah Al-Mukarramah. Namun ia tidak pernah kembali ke kampung Janaka. Untuk memastikan keberadaan Ki Mas Jamal, maka puteranya Ki Mas Abdurrahman pergi ke Mekkah sekaligus untuk belajar di sana. Dikabarkan olehnya, bahwa bapaknya, KH Mas Djamal meninggal di sana setelah menunaikan ibadah Haji.
Tidak jauh dari Mesjid Al-Jamal berdiri juga madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar yang didirikan oleh masyarakat setempat atas saran KH Mas Abdurrahman pada tahun 1926. Untuk tahun ini,(2017) para tokoh setempat di kampung Janaka telah mendirikan Madrasah Aliyah Mathl’aul Anwar dan sekarang sedang melakukan proses penerimaan siswa baru, Insha Allah, Wallahu’alam (DEF/Nurdin)
berikut foto-foto kondisi Mesjid Al-Jamal Janaka









tapak kita mana?
MA is our blood…
Sudah banyak yg hilng barang2 ti2nggal brsejarahnya.
Masya allah… Kp. Janaka termasuk salah satu masjid yang bersejarah di provinsi Banten
Janaka baru terdeteksi. Bahwa janaka adalah suatu kampung yg agamis natural terhadap budaya …..
Janaka baru terdeteksi. Bahwa janaka adalah suatu kampung yg agamis natural terhadap budaya …..
pak, saya punya silsilah mas jamal s.d masjong banten girang, itu dari 3 rawi
Mangga diantos
terima kasih informasinya, bolehkah kami tahu silsilahnya?