Jakarta,
Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) menggelar Tadarus Kebangsaan yang mengundang perwakilan ormas Islam di Indonesia, di Royal Kuningan, Jakarta (25/3). Dalam kegiatan Tadarus Kebangsaan ini sejumlah perwakilan dari LPOI dan Non LPOI turut hadir diantaranya Mathla’ul Anwar, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Islmiyah, Arrobithoh Al-Alawiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Attihadiyah, Azikra, Al-Wasliyah, IKADI, Syariakat Islam Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Dewan Da’wah Islamiyah, ICMI dan DMI.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum LPOI KH Said Aqil Siradj mengatakan, Islam akan mampu menjadi center of civilization dengan pembelajaran toleransi, keberagaman, dan perdamaian.
Keramahan Indonesia menjadi modal diplomasi dan rujukan Islam yang damai sehingga meminimalisir perilaku Islamofobia. “Yakni mengedepankan kesantunan bangsa yang ramah dan berdaulat,” ujarnya.
Islam sebagai Konsolidator dan Komunikator
Islam mampu menjadi konsolidator dan komunikator bagi solidaritas umat Islam seluruh dunia. Menjaga kedaulatan Indonesia yang perlu melibatkan stakeholder bangsa. “Negara tidak boleh kalah dari siapa pun untuk memprioritaskan cita-cita kemerdekaan Indonesia,” tegasnya.
KH Said mengajak para peserta untuk segera menjalin konsolidasi nasional dan meneguhkan konsensus kebangsaan. Hal itu sebagai upaya membendung segala infiltrasi dan pemaksaan kehendak dari berbagai pihak yang merugikan kepentingan nasional.
Melalui kekuatan seluruh umat, tokoh, pemimpin agama, dalam lingkup ormas Islam yang saling bekerja sama menjadi garda depan perubahan dan perbaikan negeri, “Ormas Islam harus mampu menjadi leader bukan menjadi dealer, menanggalkan perbedaan yang memicu perpecahan,” kata Said.
Karena itu ia berharap, ideologi Pancasila dapat disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia, serta gaungnya dapat direplikasi bangsa lain. Selain itu, persatuan dan kesatuan Indonesia harus diperkuat terutama menghadapi turbulensi politik. Sesuai visi Indonesia yang Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur, Said juga berharap, pihaknya mampu bekerja sama lebih lanjut dengan BNPT melalui gerakan ‘Pencegahan Radikalisme dan Intoleransi’ yang telah digagas.
Perkuat Ikatan Kebangsaan
Pada kesempatan itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menjadi pembicara kunci mengatakan, Tadarus Kebangsaan sangat penting guna merefleksikan nasionalisme dan mengukuhkan ideologi Pancasila.
“Tadarus kebangsaan itu harus memperkuat ikatan kebangsaan orang Islam, harus menjadi penguat NKRI tanpa berpikir bahwa negara ini ideologinya salah, bentuknya salah. NKRI sudah final hasil ijtihad para ulama dan sudah Islami, sudah ada dalil-dalil syariahnya bahwa NKRI ini adalah negara yang secara syar’i adalah Islami,” ujarnya.
Mahfud MD menyebut, Indonesia tidak akan merdeka jika tidak ada dukungan dari umat Islam. Penetapan Pancasila menjadi ideologi merupakan dukungan dari para ulama. “Artinya kita punya Indonesia ini sebenarnya milik bersama sehingga paham kebangsaan. Jangan memiliki paham ‘nyempal’ seakan-akan Indonesia itu bukan Islam. Indonesia Islam, kalau enggak ada Islam, enggak ada Indonesia,” ungkapnya.
Menurutnya, sejarah membuktikan saat hampir merdeka terjadi perdebatan yang panjang, hingga sidang ditunda karena umat Islam tidak setuju, tutup dulu sidang, “Atas masukan umat Islam, ditemukanlah konsep mitsaqan walidho, negara kebangsaan, Pancasila sebagai rumah kebangsaan Indonesia,” tambahnya.
Ia mengimbau agar kegiatan Tadarus Kebangsaan yang digagas LPOI perlu diperbanyak pelaksanaannya. Secara jangka pendek untuk mengawal pemilihan umum (Pemilu) agar berjalan sesuai jadwal. “Kalau untuk tugas jangka pendeknya mengawal pemilu agar berjalan sesuai jadwal, demokratis, jujur dan adil. Sedangkan jangka panjangnya untuk menjaga dan memakmurkan NKRI,” ujarnya.
Menurutnya, jika pemilu ditunda, dapat menjadikan menimbulkan goncangan stabilitas keamanan dan politik. Selain itu juga melanggar konstitusi, “Saya ingin memastikan pemilu itu jadi, tidak bisa diundur. Karena mengundur pemilu itu melanggar konstitusi,” ungkapnya.
Lawan Narasi Kebencian
Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) memandang penting kekuatan seluruh masyarakat Indonesia dalam meluruskan narasi bermuatan kebencian yang beredar di media sosial dewasa ini.
“Seluruh keluarga besar ini harus menyelamatkan narasi-narasi yang hari ini penuh dengan kebencian khususnya pada sosial media” ajak Kepala BNPT RI, Komjen Pol.Dr. Boy Rafli Amar,M.H.
Menurut Boy Rafli, sosial media kini sudah menjadi bagian dari ruang publik yang banyak diakses oleh anak-anak muda Indonesia, sehingga menjadi kewajiban bersama menyelamatkan mereka dari pengaruh yang semakin menjauhkan dari nilai kebangsaan dan keislaman yang Rahmatan lil Alamin.
“Sosmed sudah menjadi ruang publik yang menjadi pilihan generasi milenial yang tentunya adalah anak-anak kita, yang perlu kita selamatkan agar tidak menjadi generasi yang terpenetrasi dengan nilai-nilai yang jauh dari nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman yang Rahmatan lil Alamin,” ucapnya.
Merumuskan Format Pemimpin Ke Depan
Dalam acara Tadarus Kebangsaan tersebut, Hadir Ketua Majelis Amanah PB Mathla’ul Anwar, KH Ahmad Sadeli Karim, Ketua I PB Mathla’ul Anwar, Adi Abdillah Marta dan Ketua Departemen Dakwah KH Hasani Ahmad Said.
Adi Abdillah mengatakan bahwa perumusan kepemimpinan nasional merupakan langkah yang sangat strategis.
“Mathla’ul Anwar sebagai bagian dari LPOI, sangat memberikan dukungan, karena memang sangat baik dan setiap kebaikan harus diikhtiarkan. Apalagi untuk merumuskan kepemimpinan nasional ke depan yang tidak hanya mengisyaratkan harus pemimpin Islam, tapi kemudian bicara tentang keharusan syariat kita sebagai ormas Islam, mengisyaratkan untuk Kepemimpinan Muslim Indonesia, dan diutamakan apalagi di negara kita yang dengan Islam mayoritas,” terang Adi Abdillah.
“Lagi-lagi saya harus bicara, bukan hanya mayoritas secara kuantitas, karena kualitas kita juga tentu teruji, dari awal (seperti) bagaimana Bung Karno dengan afiliasi dengan ormas Islam misalnya, itukan menjadi suatu efforts tersendiri, bagaimana cara beliau memimpin, lalu kemudian dalam sisi kekurangan nya dilengkapi oleh Presiden berikutnya, tentu secara personal tidak ada yang ideal, meskipun rumusan nya ideal,” lanjut Adi Abdillah.
Kepemimpinan secara personal diikhtiarkan dalam Tadarus Kebangsaan kali ini yang dihadiri oleh banyak ormas Islam yang tergabung dengan LPOI dan yang belum tergabung, seperti LDII misalnya. Untuk merumuskan format ideal kepemimpinan Islam ke depan.
“Mathla’ul Anwar sangat menjunjung tinggi adab, tidak melebihi takdir, MA hanya mengikhtiarkan format-formatnya. Jadi kita buatkan tracknya, perkara siapapun sudah ada tracknya, apapun itu akan ke detect sejak awal. Jika pun keluar dari track, kan kita bisa kembalikan, kita bicara road map, kita buatkan jalurnya kalau memang sudah tepat, tentu akan positif, jadi plus minus nanti bergeser, hal tersebut bisa ingatkan dengan pola-pola evaluasi bersama,” lanjut Adi.
Kalau kita bicara ormas Islam, tentu mungkin kita mengusung civil society, siapapun dari sipil atau dari militer sekalipun, militer juga kan ada masanya,” terang Adi.
“Setelah purna, maka akan kembali menjadi sipil. Jadi terkait dengan militer atau sipil semuanya dapat dikaitkan, dan selama warga negara Indonesia dengan integritas dan kapasitas yang mumpuni, monggo silahkan. Diutamakan untuk yang muslim, karena pertemuan LPOI hari ini adalah untuk membuat Road Map Kepemimpinan Islam Indonesia,” terang Adi.
“Islam yang religius, jadi nasionalis religius, karena kita bukan negara Islam, kita bukan negara agama, tapi kita negara Pancasila, siapapun harus punya sisi religius dengan keyakinan masing-masing, terutama muslim dengan pemahaman kebangsaan yang tinggi,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Departemen Dakwah PBMA, KH Hasani Ahmad Said mengatakan, Tadarus Kebangsaan berharap bukan hanya diadakan LPOI juga sejatinya dilakukan juga oleh semua elemen masyarakat Indonesia termasuk semua Ormas Islam di Indonesia.
“Agar nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan menyatu pada setiap anak bangsa. Sehingga ketika membincangkan soal kepemimpinan Islam, tidak hanya hatam soal wawasan kebangsaan akan tetapi juga menyatu dengan nilai-nilai Islam. Sehingga ke depan tidak ada lagi insan anak bangsa yang menyoal, apalagi mempertimbangkan soal kebangsaan dan keislaman,” tutup KH Hasani.***