TERJEMAH TAFSIRIYAH AL-QURAN DAN HADIS SHAHIH BUKHARI

Rabu, 23 Oktober 2024/19 Rabi’ul Akhir 1446

A. QS 2 JUZ 2. QS AL-BAQARAH,143-254 Lanjutan

PesangonnJanda Kembang

  1. Wahai.para suami, kalian tidak berdosa menceraikan istri-istri kalian yang belum pernah kalian senggamai, dan kalian belum menetapkan maskawinnya. Akan tetapi kalian harus memberikan pesangon kepada istri yang.kalian ceraikan sesuai dengan kemampuan kalian. Bagi yang kaya sesuai dengan kekayaannya, dan bagi yang miskin sesuai dengsn keadaaanya. Pemberian pesangon itu hendaklah dalam jumlah yang wajar. Itulah syariat Allah
    bagi orang-orsngyang mau taat kepada-Nya.

237.Wahai para suami, jika kalian menceraikan isteri sebelum kalian senggamai, tetapi kalian telah menetapksn maskawinnya, hendaklah kalian berikan separo dari yang telah kalian tetapkan, kercuali kalau bekas istri atau walin erempuan itu membebaskan kalisn..Wahai bekas isteri atau walinys, jika kalian membebaskan pembayaran maskawin itu, maka ha.l itu lebih dekat kepada sikap taat kepada Allah. Wahai para bekas suami isteri, jsngsnlah kalian melupakan kebsikan di antara kalia n selama menjadi suami isteri.Sungguh Allah Maha Mengawasi baik atau buruk niat kalian nercerai. (Bersambung)

B.HADIS SHAHIH BUKHARI

545.Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. perkara qunut. Ia menjawab, “Dapat dipastikan bahwa qunut itu ada (dibaca).” Ditanyakan padanya, ” (Dibaca) sebelum ruku’ atau sesudahnya?” Anas menjawab, ” sebelum ruku’.” Aku menambahkan,” si fulan bercerita kepadaku bahwa Anda memberitahhu dia qunut dibacakan setelah ruku,.” (bersambung).

mt/u/uf

Khithah Mathla’ul Anwar

KATA PENGANTAR

الحمدلله والصلاة والسلام على رسو ل لله وعلى اله وصحبه ومن تبع هداه ( امابعد )

Buku Khithah Mathla’ul Anwar yang ada dihadapan bapak, saudara dan para pembaca yang budiman, adalah berasal dari makalah yang disajikan oleh KH. Abdul Wahid Sahari, MA dalam seminar sehari yang diselenggarakan oleh PB. Mathla’ul Anwar di komplek Universitas Mathla’ul Anwar di Cikaliung – Saketi -Pandeglang pada tanggal 30 Juli 1995 M.


Makalah tersebut telah mendapat perhatian para peserta yang terdiri dari para kiyai, cendikiawan dan para anggota Majlis Fatwa Mathla’ul Anwar serta para tokoh dan simpatisan Mathla’ul Anwar. Secara garis besarnya makalah itu telah diterima dengan baik, dengan beberapa perubahan redaksi.
Untuk pelaksanaan perbaikan makalah tersebut, PB Mathla’ul Anwar telah menunjuk Tim Perumus dengan surat keputusan PB Mathla’ul Anwar No. 180/SK/PBMA/X/1995 M tertanggal 25 Oktober 1995 yang terdiri dari :
1. KH. Abdul Wahid Sahari, MA – Ketua
2. KH. Uyeh Baluqia Syakir- Anggota
3. KH. Bai Ma’mun – Anggota
4. KH. Abdul Hadi Mukhtar – Anggota
5. KH. Drs. Ali Afandi – Anggota

Maka pada tanggal 19 November 1995 Tim Perumus al-hamdulillah telah melaksanakan tugasnya dengan mengadakan sidang perumusan bertempat di sekretariat PB Mathla’ul Anwar di Jakarta. Tim Perumus telah menerima saran dan masukan dari para peserta sidang tentang perbaikan isi dan redaksi makalah tersebut, maka keluarlah buku Khithah Mathla’ul Anwar seperti yang ada sekarang ini.
Kami menyadari Khithah Mathla’ul Anwar ini masih perlu disempurnakan baik isi maupun redaksinya, namun sebagai pedoman dan dasar pijakan serta arahan bagi para aktivis dan warga Mathla’ul Anwar serta para simpatisan, buku khithah Mathla’ul Anwar cukup menjadi rujukan bersama.
Kami segenap anggota Tim Perumus tidak lupa menghaturkan banyak terima kasih kepada PB Mathla’ul Anwar yang telah mempercayakan kepada kami untuk melaksanakan tugas yang cukup berat ini, sehingga buku khithah Mathla’ul Anwar ini hadir dihadapan kita. Begitu juga kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran terbitnya buku ini kami menghaturkan banyak terima kasih.
Akhirnya kepada Allah jualah kita bersyukur atas selesainya tugas mulia ini, semoga Allah SWT tetap memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua dan memberikan rahmat serta maghfirah-Nya. Amin.


Jakarta, 19 November 1995 M
Ketua Tim Perumus

Ttd.


KH. Abdul Wahid Sahari, MA




MUQODDIMAH

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ اِلَى جَمِيْعِ الْبَشَرِ, وَالصَلاَةُ وَالسَّلاَمُ على سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ خَيْرِ مَنْ بَشّرَ وَحَذَّزَ وَعلى آلهِ وَصَحْبِهِ وَالتَابِعِيْنَ لَهُمْ الَّذِيْنَ اَحَيَوْا السُنَّةَ وَاَما تُوا الْبِدْعَةَ وَالشَّرَ وَمَنْ نَـهَجَ نَـهْجَهُمْ مِنْ عَامَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاَصْحَابِ جَمِيْعَةِ مَطْلَعِ الاَنْوَار، (اما بعد) :
Mathla’ul Anwar sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial, beraqidah Islam sepanjang tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah serta ittifaq sahabat, yang telah berdiri sejak awal abad ke XX miladiyah, dimana pada saat itu kondisi kehidupan ummat dan bangsa dalam keadaan yang memprihatinkan. Kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan dibawah tekanan bangsa penjajah (Belanda) merupakan warna dari kehidupan masyarakat yang mayoritas (ummat Islam).
Dakwah Islam dilakukan oleh sekelompok kecil kiyai yang tidak terkordinir, berjalan secara sembunyi-sembunyi dibawah bayang-bayang intaian dan tekanan kaum penjajah. Sebagai efek logisnya masyarakat Muslim banyak yang tidak mendapatkan sinar ajaran Islam yang memadai. Aqidah bercampur dengan takhayul, ibadah berbaur dengan bid’ah dan syari’ah tercemar oleh khufarat merupakan warna keagamaan Islam bagi masyarakatnya.
Pendidikan dan pengajaran yang diselenggara kan oleh peme-rintah penjajah (Belanda) sebagai realisasi politik etisnya, tidak dapat menjangkau seluruh masyarakat, karena tujuan Belanda menyelengga-rakan pendidikan (sekolah) hanyalah untuk mencetak calon ambtenar (pegawai pemerintah penjajah) yang jumlahnya tidak perlu banyak. Sebagian besar masyarakat adalah buta aksara.
Mathla’ul Anwar terlahir ditengah masyarakat yang kondisinya sebagaimana tersebut diatas, terpanggil untuk mengadakan langkah perjuangan dalam rangka pengetahuan yang utuh dan menyeluruh de-ngan garis-garis pokok (khithah) sebagai berikut

1. Al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama dalam menggali ke-benaran iman dan ilmu pengetahuan.
2. As-Sunnah dari Rasulullah SAW sebagai pedoman operasional dalam kehidupan beragama Islam.
3. Ijma’ Shohabat merupakan rujukan pertama dalam memahami isi kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah.
4. Ijtihad merupakan upaya yang sangat penting dalam menanggapi perkembangan sosial budaya yang selalu berkembang dikalangan ummat dan masyarakat
5. Mathla’ul Anwar bersikap tasamuh terhadap semua pendapat para ulama mujtahidin.

Untuk maksud tersebut diatas maka dibuatlah Khithah Mathla’ul Anwar sebagai pedoman warga MA dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.





BAB II
KHITHAAH MATHLA’UL ANWAR
I. Pengertian Khithah
Yang dimaksud dengan Khithah Mathla’ul Anwar adalah garis-garis yang dijadikan landasan oleh Organisasi Mathla’ul Anwar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai ormas Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial
II. Fungsi dan Tugas Organisasi Mathla’ul Anwar
A. Bidang Pendidikan
Mencetak generasi Muslim yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai kholifah Allah di muka bumi untuk memba-ngun masyarakat, bangsa dan negaranya dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Karenanya Mathla’ul Anwar mendidik putra putrinya dengan :

1. Menanamkan dan memantapkan aqidah Islamiyah yang benar ;
2. ibadah-ibadah yang disyariatkan
3. pengetahuan keislaman serta berbagai disiplin ilmu dan skill yang berguna sesuai dengan tuntutan zaman.
4. kesadaran agar dapat hidup mandiri membangun lingkungan dan masyarakat serta membentengi diri dan lingkungannya dari pengaruh-pengaruh budaya negatif (yang bertentangan dengan ajaran Islam).

B. Bidang Dakwah
Mathla’ul Anwar sebagai ormas Islam menjalankan tu-gasnya dalam bidang dakwah yaitu melaksanakan “Amar ma’ruf nahi munkar” dengan memperhatikan kondisi dan sasaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.

C. Bidang Sosial
Mathla’ul Anwar sebagai ormas Islam bergerak dalam bidang sosial dengan berbagai usaha dan cara yang Islami agar masyarakat terhindar dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.

III. Landasan Operasional Organisasi Mathla’ul Anwar
A. Memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits sebagai berikut :

1. Dalam bidang pendidikan

يرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (المجادلة : 11)
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di-antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengeta-huan beberapa derajat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS : Almujadalah : 11 )

فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (التوبة : 122)
Artinya :
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengeta-huan mereka tentang agama dan untuk memberi per-ingatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada-nya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya

2. Dalam bidang dakwah

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya :
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Mereka adalah orang-orang yang beruntung. (QS : Ali Imran : 104)

3. Dalam bidang sosial
a. Taat kepada para pemimpin yang beriman sete-lah taat kepada Allah dan Rasul Nya

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (النساء : 59)


Artinya :
Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Rasul (Nya) dan Ulul Amri diantara kamu. Kemu-dian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan kepada Allah (Al-Qur’an) dan RasulNya (As-Sunnah) jika kamu benar-benar ber-iman kepada Allah dan Hari kemudian. Yang demi-kian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya (QS : An-Nisa : 59)
b. Bersatu dan berpegang teguh kepada Wahyu Allah

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا

Artinya :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (QS : Ali Imran : 103)

c. Tidak hidup bergolong-golongan dan memilah-milah dinul Islam
وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Artinya :
Janganlah kamu menjadi orang-orang musyrikin, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka (QS : Ar-Rum : 31-32)
d. Tolong menolong dalam kebajikan dan takwa

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ (المائدة : 2)
Artinya :
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS : Al-Maidah :2)
e. Usaha bertahkim dengan syari’at Islam
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (النساء : 65 (
Artinya :
Maka demi Tuhanmu mereka (pada hakekat) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS : An-Nisa : 65)
f. Berjalan diatas الصراط المستقيم yaitu meng-ikuti sunnah Rasulullah dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin :
عَنْ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ : خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ I خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ : هَذِهِ السُّبُلُ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهِ شَيْطَان يَدْعُوْ إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ قَوْلُهُ تَعَالَى : ( إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ، ذَلِكُمْ وَصَاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (صحيح رواه أحمد والنساء )
Artinya :
Dari Ibnu Masud dia berkata : Rasul Allah SAW telah membuatkan satu garis kepada kami dengan goresan tangannya kemudian beliau bersabda : garis ini adalah jalan Allah yang lurus. Kemudian beliaupun membuat garis-garis dari sebelah kanan dan sebelah kirinya dan bersabda : Inilah jalan-jalan yang tidak terdapat satu jalanpun dari padanya melainkan ada syaitan yang meng-ajak kepadanya kemudian Rasulullah membaca firman Allah SWT yang artinya : “Dan ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu dipe-rintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa’i)

وَقَالَ I : أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأْمُرُ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ ِبسُنَّتِى وَسُنَّةِ اْلخُلَفِاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْن تُمْسِكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ. وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ. فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه الترمذى وقال حسن صحيح )
Artinya :
Rasulullah SAW telah bersabda : Aku beri wasiat kepadamu agar tetap bertakwa kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, serta tetap mendengar perintah dan taat walaupun yang memerintahkan kamu itu seorang budak sahaya. Maka sesungguhnya orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat perselisihan yang banyak maka wajib atasmu memegang teguh akan sunnahku dan perjalanan khulafa’ur Rasidin yang diberi petunjuk. Dan berpeganglah pada sunnah-sunnah itu dengan kuat, dan jauhilah olehmu bid’ah sesungguhnya semua bid’ah itu sesat. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hasan shahih)

B. Mengikuti ahli sunnah wal jama’ah dalam aqidah (Usuluddin), Syariah, siasah (pemerintahan) dan ibadah (fiqh / Furu’uddin).
C. Memperhatikan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi “Mathla’ul Anwar”

BAB III

AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH
1. Pengertian dan definisi Ahlussunnah Wal-Jama’ah

Banyak makna yang diberikan para ulama ten-tang arti kalimat “Ahlussunnah waljama’ah” sesuai dengan tinjauan berbagai disiplin ilmu. Namun disini akan diterangkan secara singkat sesuai dengan ruang lingkup pembahasan ini.
أهل السنة والجماعة terdiri dari tiga kata
Ø Ahl, yang artinya pengikut atau penganut (QS 2:109, 5:2)
Ø Assunnah secara bahasa artinya السيرة والطريقة yakni perikehidupan dan cara atau metode.)
Sedangkan secara istilah ialah :
“هِىَ الطَرِيْقَةُ الَتِي نَـهَجَهَا النَّبِيُ I فِى إَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ وَتَقْرِيْرَاتِهِ عَلَى وَجْهِ الْعَام”.

Artinya :
“Yaitu perjalanan hidup yang ditempuh Nabi Muham-mad SAW baik dalam ucapan, perbuatan maupun takrirnya secara umum”)
Ø Al Jama’ah secara bahasa mengandung beberapa arti
الاجتماع, yakni berkumpul lawan dari tafarruq (berpecah).
الجمع makna dari kumpulan / sekelompok manusia yang berkumpul dalam satu urusan.
الاجماع, yakni bersepakat dalam menetapkan sesuatu urusan
Ø Al Jama’ah secara istilah yaitu :
a. Jamaah sahabat, yaitu sebagian besar sahabat yang hidup masa Khulafaur Rasidin dimana mereka bersatu diatas haq / kebenaran dalam semua urusan, baik yang berkenaan dengan soal imamah, hukum, jihad maupun urusan-urusan agama serta urusan-urusan dunia lainnya.
b. Mereka para ahli Ilmu dan para imam teladan dalam urusan agama, dan para pengikut mereka yang disebut dengan “Thoifah Najiyah” (golongan yang selamat) yang akan masuk surga,) sebagaimana yang terkandung dalam makna Hadits

وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِى النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِى الْجَنَّةِ وَهِىَ الْجَمَاعَةُ (رواه أبو داود)
Artinya :
Dan sesungguhnya agama Islam itu akan berpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu Al Jama’ah (HR. Abu Daud, 4597 / 5 – 5,6).
c. Mereka yang berkumpul diatas haq atau kebe-naran dan tidak berpecah/berpaling dari padanya. Sesuai dengan maksud Hadits :

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ اِيَا كُمْ وَالْفُرَقَةَ (رواه الامام احمد فى المسند)

“Hendaklah kamu mengikuti jama’ah (persatuan) dan jauhilah perpecahan
Syekh Abdul Qodir Jaelani menerangkan tentang ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam kitabnya Al-Ghunyah sebagai berikut :

فَالسنَةُ مَاسَنَّهُ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْجَمَاعَةُ مَا اتَفَقَ عَلَيْهِ اَصْحَابُهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ فِى خِلاَفَةِ الأَئِمَّةِ الأَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الرَاشِدِيْنَ الْمُهَدِيِيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ

Artinya :
Maka arti As Sunnah itu apa-apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, dan arti Al Jama’ah itu adalah apa-apa yang disepakati oleh para sahabat ra pada waktu khalifah empat dari Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk Allah; semoga rahmat Allah dilimpahkan atas mereka.
Dalam kitab مجمل اصول اهل السنة والجماعة في العقيدة, karangan Doktor Nasir bin abdul Karim Al’aql halaman 6, beliau menjelaskan sebagai berikut :

اَهْلُ السنَةِ وَالْجَمَاعَةِ : هُمْ مَنْ كَانَ عَلىَ مِثْلِ مَاكَانَ عَلَيْهِ النَبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَاَصْحَابِهِ.
وَسُمُوا اَهْلَ السُنَةِ لاِسْتِمْسَاكِهِمْ وَاتِبَاعِهِمْ لِسُنَةِ النبيّ صلى الله عليه وسلم.
وَسُمُوا الْجَمَاعَةَ لاِنهُمْ الَّذِيْنَ اِجْتَمَعُوا عَلىَ الْحَقِ وَلَمْ يَتَفَرَّقُوا فِى الدِّيْنِ. وَاجْتَمَعُوا عَلىَ اَئِمَةِ الْحَقِ وَلَمْ يَخْرُجُوا عَلَيْهِمْ وَاتَبَعُوا مَا اَجْمَعَ عَلَيْهِ سَلَفُ الاُمَةِ.

Artinya :
Ahlussunnah waljama’ah adalah orang-orang yang mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Mereka disebut ahlussunnah karena berpegang teguh dan mengikuti sunnah Nabi. Dan mereka disebut al Jama’ah karena mereka bersatu diatas haq/kebenaran, tidak berpecah belah dalam agama, mereka bersama-sama mengikuti para imam/pemimpin yang membela haq, tidak keluar dari padanya dan mengikuti apa-apa yang telah menjadi ijma’/ketetapan salaful ummah (ummat generasi pertama).
Sedangkan Syekh Abdul Aziz al Muhammad as Salman menjelaskan tentang pengertian ahlussunnah waljama’ah yaitu

وَالسُنَةُ شَرْعًا اَقْوَالُ النَبِيِ صلى الله عليه وسلم وَاَفْعَالُهُ وَاِقْرَارَاتُهُ. وَاَهْلَهَا هُمُ المُتَبِعُونَ لَهَا اَلْمُعْتَنُونَ بِدِرَاسَتِهَا وَفَهْمِهَا اَلْمُحَكِّمُونَ لَهَا وَنُسِبُوا اِلَيْهَا لِتَمَسَُكِهِمْ بِهَا وَانْتِسَابِهِمْ اِلَيْهَا دُونَ الطُرُقِ الاُخْرَى. وَالْجَمَاعَةُ فِي الاَصْلِ الْقَوْمُ الْمُجْتَمِعُونَ وَالْمُرَادُبِهِمْ هُنَا سَلَفُ الاُمَةِ مِنَ الصَحَابَةِ وَالتَابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ اَلَّذِيْنَ اِجْتَمَعُوا عَلَى الْحَقِ الصَّرِيْحِ مِنْ كِتَابِ اللهِ وَسُنَةِ نَـبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.
Artinya :
Assunnah menurut syara’ ialah semua perkataan, prebuatan dan taqrir (penetapan) Nabi SAW, dan ahlinya (Ahlussunnah) ialah mereka yang mengikuti sunnah itu dengan sungguh-sungguh mempelajari dan memahaminya dan bertahkim dengannya. Mereka dinisbatkan kepadanya karena berpegang teguh dengannya dan menisbatkan diri dengannya tidak mengambil jalan yang lain. Sedangkan “al Jama’ah” dalam asal kata ialah mereka yang berhimpun. Dan yang dimaksud dengan mereka disini ialah jama’ah salaf yang terdiri dari para sahabat dan para pengikutnya secara ihsan (baik) sampai hari pembalasan, mereka berhimpun diatas dasar haq (kebenaran) yang shoreh yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan sunnah Nabinya Muhammad SAW.
Dari uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan, bahwa Ahlussunnah waljama’ah itu ialah orang-orang yang mengikuti sunnah (jejak) Nabi dan jejak para sahabatnya, dalam semua bidang kehidupannya. Mereka selalu berhimpun diatas haq/kebenaran tidak terpecah belah dalam agama dan menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah baik dalam bidang Aqidah, syari’ah maupun muamalah/ sosial kemasyarakatan.

2. Kriteria dan sifat-sifat Ahlussunnah wal-jama’ah
a. Komitmen dan berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah agar terhindar dari kesesatan. Nabi Muhammad SAW bersabda :

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا اَبَدًا مَا اِنْ تَمَسَكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَةَ رَسُولِهِ
Artinya :
Telah aku tinggalkan ditengah-tengah kehidupanmu dua pusaka yang menjamin kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh dengan keduanya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah RasulNya. (Hadits Muttafaqun Alaih)
b. Selalu menghidupkan sunnah dan menentang bid’ah, sesuai sabda Nabi Muhammad SAW:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ”رواه الترمذى (
Artinya :
Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Pegang erat-erat sunnahku itu, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham dan hati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan itu bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat. (HR. Turmudzi, 5/44 – 2676)
c. Selalu istiqomah dan konsekwen dalam haq/ kebenaran disaat manusia yang lainnya sudah rusak, tidak memperdulikan lagi kebenaran, sehingga mereka dikenal sebagai golongan Alghuroba (terasing). Nabi Muhammad SAW bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ (اخرجه مسلم 1/31)
وفي رواية : فطوبا للغرباء الذين يصلحون إذا فسد الناس (رواه الطبرانى)

Artinya :
Sesungguhnya Islam pertama muncul dalam keadaan terasing, dan akan kembali terasing sebagaimana semula, maka berbahagialah orang-orang yang terasing (HR. Muslim) dalam suatu riwayat, berbahagialah orang-orang yan terasing. Yaitu mereka yang berlaku baik dikala manusia telah rusak.
d. Kelompok yang selalu tampil membela agama Allah, yang tidak dapat diperdayakan/ dihina oleh orang-orang yang berusaha menghinakan, menen-tangnya sehingga mereka dijanjikan sebagai golongan yang ditolong/mendapat kemenangan dari Allah SWT.
عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ (رواه مسلم)
Artinya :
Tidak pernah berhenti sekelompok dari ummatku yang selalu membela kebenaran, tidak membahayakan kepada mereka orang-orang yang menghinakan mereka hingga datang keputusan Allah SWT. (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain :

حَتَى يَأْتِيَهُمْ اَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُوْنَ (رواه البخارى)

“Sehingga datang keputusan Allah kepada mereka dimana mereka dalam keadaan muncul/menang (HR. Bukhori)
e. Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dikala terjadi perselisihan dalam suatu masalah (QS. Annisa : 59 dan 65)
f. Selalu mendahulukan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menetapkan suatu hukum atas yang lainnya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui (QS. 49 : 1)

Sehubungan dengan hal ini, Ibnu Abbas pernah berkata :

اَخْشَى اَنْ تُنْـزَلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ اَقُولُ لَكُمْ قَالَ: رَسُولُ الله وَتَقُولُونَ قَالَ اَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
“Saya khawatir akan diturunkan batu (sebagai azab) dari langit karena saya mengatakan Rasulullah telah bersabda (menetapkan sesuatu), sedangkan kamu berkata ini pendapat Abu Bakar dan Umar.
g. Bertauhid secara murni adalah sebagai landasan kehidupan baik secara pribadi maupun secara masyarakat.
h. Tidak ta’ashub (fanatisme) kepada siapapun kecuali kepada firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Sebab selain Rasul tidak ma’shum dari kesalahan.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ (رواه سنن ابن ماجة)

“Setiap Bani Adam adalah (mungkin) berbuat salah, dan sebaik-baiknya yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat. (HR. Ahmad).
i. Menghormati para Imam Mujtahid dan tidak fanatik kepada salah satunya, serta mengambil pendapat ulama yang sesuai dengan Hadits soheh.
j. Selalu melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dan menjauhi perkara-perkara yang dilarang seperti TBC (Takhayul, Bid’ah dan Kufarat) dll.
k. Selalu membela dan berkorban dengan harta dan jiwa demi tegaknya dienul Islam ditengah-tengah kehidupan Masyarakat.

3. Pemahaman Ahlussunnah Wal-Jama’ah dalam bidang Aqidah, Siyasah/Kenegaraan dan bidang Fiqih/Furu’uddin
a. Dalam bidang Aqidah/Ushuluddin
Mengikuti pemahaman ulama salaf (ulama generasi pertama) yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in selanjutnya dengan kriteria dan sifat-sifat sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut diatas seperti aqidahnya para imam yang empat (Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal juga Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Al Maturidi. Mereka adalah para pengikut sunnah sehingga dikenal sebagai assuny dan bukan golongan Syi’ah, Mu’tazilah, Khawarij, Jabariyah, Murjiah dan Musyabihah.
b. Dalam Bidang Siyasah Syari’ah (Pemerintahan)
Untuk memahami pengertian Ahlussunnah waljama’ah dalam bidang siyasah (pemerintahan) kiranya cukup jelas uraian KH. Uwes Abu Bakar dalam kitabnya ishlahul Ummah fibayan Ahlussunnah waljama’ah, beliau telah menjelaskan bahwa Ahlussunnah waljama’ah dalam bidang siyasah (pemerintahan) adalah mengikuti ketentuan-ketentuan dan contoh Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin dalam sistem :
ü Pemilihan / pengangkatan Khalifah (Kepala Negara)
ü Dasar Negara dan Hukum yang berlaku
ü Pelaksanaan pemerintahan dan tanggung jawab para penguasa
ü Hak dan kewajiban Kepala Negara dan Rakyat
ü Serta sistem-sistem yang lainnya
Kesemuanya mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta jejak para sahabat. Penjelasan beliau dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Para pengikut Ahlussunnah waljama’ah wajib ta’at kepada Allah, RasulNya dan Ulil Amri, serta mengembalikan hal-hal yang diperselisihkan kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Al-Hadits). Berdosalah seseorang apabila tidak ta’at kepada salah satunya, atau hanya taat kepada salah satunya saja. Dengan ketentuan bahwa keputusan-keputusan Ulil Amri yang wajib ditaati itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
b. Yang dimaksud dengan “Ulil Amri Minkum” ialah para penguasa atau para pemimpin yang beriman yang mengurus urusan kemaslahatan ummat (seperti lembaga DPR/MPR atau Organisasi-organisasi). Sebagai keputusan Ulil Amri ini wajib ditaati selama tidak bertentangan dan menyalahi hukum Allah dan RasulNya. Sebagaimana yang dimaksud dalam pengertian surat An-Nisa ayat 59 dan dipertegas oleh Hadits :
عَنْ عَلِيٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (صحيح رواه احمد)
“Tiada ketaatan bagi seseorang (makhluk) dalam hal maksiat kepada Allah (khalik). (HR. Ahmad).
c. Pengikut Ahlussunnah wal-jama’ah tidak boleh mem-berontak kepada pemerintahan yang syah dan selalu menjaga kemaslahatan ummat dan menghindari kemudaratan/ kerusakan. Rasulullah SAW pernah bersabda :

عن ا بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَوْفَ بْنَ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيَّ يَقُولُا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمِ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمِ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ. (رواه مسلم 3/1482)
Artinya :
Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian. Kalian do’a kan kesejahteraan bagi mereka dan mereka mendo’a kan kesejahteraan buat kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian. Kalian melaknati mereka dan mereka melaknati kalian. Kami para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah mereka boleh kita perangi ketika terjadi demikian? Rasulullah menjawab : Tidak, selama mereka masih shalat bersama kalian. Ketauhilah barangsiapa urusannya diurusi oleh Ulil Amri (sulton) kemudian dia melihatnya berbuat maksiat kepada Allah, maka hendaklah dia benci terhadap maksiat yang dia perbuat dan sungguh jangan cabut tangan ketaatan padanya. (HR. Muslim 3/1482).
d. Lembaga Ulil Amri ini dalam bermusyawarah hendaklah memperhati-kan dan berpegang dengan mabadi (prinsip-prinsip) yang empat (Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ dan Al-Qiyas).
e. Materi yang dimusyawarahkan adalah hal-hal yang menyangkut dengan kemaslahatan ummat dan negara, dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang empat itu.
c. Dalam bidang Fiqh/Furuuddin
a. Sumber-sumber hukum
Para ulama Ahlussunnah dalam menetapkan hukum bidang fiqh/furu’uddin berpegang dengan dalil-dalil sebagai berikut
1) Imam Abu Hanifah (80 H – 150 H)
a) Kitabullah
b) Sunnah Rasulullah dan Atsar yang shahih yang telah masyhur diantara para ulama.
c) Fatwa para sahabat
d) Qiyas
e) Istihsan
2) Imam Malik (93 H-179 H)
a) Kitabullah
b) Sunnah Rasul yang beliau anggap shahih
c) Amal ulama Madinah (ijma’ Ulama Madinah)
d) Qaul Sahabai (bila tidak ada yang menolaknya)
e) Qiyas
f) Mashlahah Mursalah
3) Imam Syafi’i (150 – 204 H)
a) Kitabullah
b) Sunnah Rasul
c) Al-Ijma’
d) Al-Qiyas
4) Imam Ahmad bin Hambal (164 H – 241 H)
a) Al-Qur’an dan Hadits marfu’
b) Fatwa-fatwa sahabat
c) Fatwa-fatwa sahabat yang lebih dekat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah jika fatwa-fatwa itu berlawanan
d) Hadits mursal dan Hadits do’if (jika tidak ada yang menolaknya dan tidak lemah benar).
e) Qiyas
Bila kita renungkan dengan seksama, semua dalil-dalil para ulama tersebut dapat kita simpulkan, bahwa sumber-sumber hukum itu ada 2 (dua) yaitu :
1. Alwahyu Ilahi (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
2. Al-Ijtihad

b. Metode Penetapan Hukum
Dalam melakukan penetapan hukum, para ulama Ushul fiqh melakukan istinbath (mengeluar-kan hukum dari dalil) dengan cara mengetahui dan memahami
a. Qaidah Syar’iyah
b. Qaidah Lugowiyah
Yang dimaksud dengan qaidah syar’iyah ialah ketentuan umum yang ditempuh syara’ dalam menetapkan hukum dan tujuan penetapan hukum bagi “Subyek hukum” (mukallaf), dengan cara sebagai berikut :
1. Istidlal, dilaksanakan dengan cara :
a. Melihat pada Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan sumber dari segala sumber hukum Islam
b. Melihat pada As-Sunnah sebagai penjelas Al-Qur’an di samping penetapan hukum baru apabila dalam Al-Qur’an tidak terdapat dasar hukum tersebut;
c. Melakukan ijtihad dalam menggunakan atau memahami dalil baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah bila mengahadapi dalil atau dalalah yang dzoniyah;
d. Melakukan ijtihad dalam menghadapi dua atau beberapa dalil yang kekuatannya sama dan zhahirnya bertentangan (تعارض الادلة) dengan cara

* Berusaha melakukan pengumpulan isi dalil tersebut sehingga dapat diamalkan semua (الجمع والتوفيق).
* menghadapi dalil As-Sunnah dapat dilakukan penelitian waktu wurudnya, dan menggagap yang dahulu datangnya dinasakh dengan yang kemudian (النسخ).
* tidak dapat disimpulkan dan tidak dinyatakan adanya nasakh – nasakh, maka dilakukan tarjih/الترجيح

2. Memperhatikan Tujuan Penetapan Hukum
Tujuan pokok penetapan hukum Islam bagi mukalaf ialah untuk kemaslahatan hidup manusia. Dalam mencapai kemaslahatan ini diadakan pembagian tiga kualifikasi :
a. Tingkat dhoruri yang tidak boleh tidak harus ada untuk memelihara kemaslahatan yang lima (Agama, Jiwa, Akal, Harta dan Keturunan)
b. Tingkat Hajjy, sebagai kebutuhan kedua setelah tingkat dhorury untuk terhindar dari kesulitan pelaksanaan dan kesempatan dalam pengamalan.
c. Tingkat Tahsiny, sebagai pelengkap dari kedua tingkatan tersebut di atas.
Dalam mewujudkan kemaslahatan itu syara’ menetapkan prinsip-prinsip kaidah kuliyah yang pokok terdiri dari :
1- اَلامُورُ بِمَقاصِدِها.
“Segala urusan harus dilihat tujuannya”
2- اَلْيَقِينُ لايَزُولُ بِالشَّكِ
“Sesuatu yang sudah yakin tidak boleh hilang lantaran suatu keraguan”
3- اَلْمَشَقَةُ تَجْلِبُ التَيْسِيرَ
“Kesulitan membawa keuntungan”
4- اَلضَرَرُ يُزَالُ
“Madharat (kesulitan) itu dapat dihindarkan (dalam agama)”
5- اَلْعَادَةُ مُحَكَمَةٌ
“ Adat itu dipandang hukum (bila tidak menyalahi syari’ah)

Kaidah-kaidah yang pokok tersebut mempunyai cabang-cabangnya yang kesemuanya dijadikan pedoman oleh para mujtahid/ulama dalam menetapkan hukum terhadap sesuatu masalah yang baru agar penetapan hukum itu sesuai dengan tuntunan dan jiwa syari’ah yaitu tercapainya kemaslahatan dan kesejahteraan lahir dan bathin sehingga syari’ah Islam tetap dapat diterapkan disegala tempat dan waktu.

4. Ahlussunnah Wal-Jama’ah dalam Masalah hilafiyah
a. Timbulnya Masalah Khilafiyah
Masalah Khilafiyah timbul melalui ijtihad karena adanya masalah/persitiwa yang belum jelas hukumnya. Hal ini terjadi sejak masa Rasul masih hidup walaupun sangat terbatas sekali, karena bila terjadi perbedaan pendapat diantara para sahabat, mereka segera bertanya kepada Rasul.
Contoh :

Perbedaan pendapat para sahabat dalam melakukan shalat ashar dalam perjalanan ke Bani Quraizoh. Rasulullah telah berpesan
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ (رواه الشيخان)
Artinya :
Janganlah seseorang melakukan shalat ashar kecuali di Bani Quraizoh. Kemudian sebagian mereka mendapat waktu ashar ditengah perjalanan, sebagian mereka berkata : Kita tidak melakukan shalat disini kecuali setelah sampai disana. Dan sebagian mereka mengatakan hendaklah kita shalat disini karena Rasul tidak menghendaki yang demikian. Kemudian hal itu disampaikan kepada Nabi, dan Nabi SAW tidak mencela kepada seorangpun diantara mereka. (HR. Bukhori dan Muslim)
Masalah khilafiyah semakin meluas setelah Rasulullah SAW wafat, bertebarnya para sahabat dan semakin banyaknya masalah atau persitiwa yang terjadi yang belum jelas status hukumnya.
Contoh :
1.Tentang kewarisan kakek (الجد)
o ذَهَبَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهما اِلَى اَنَ الْجَدَ يَحْجُبُ الاخْوَةَ اياكانُوا كالابِ فى الْمِيْرَاثِ لاطْلاقِ لَفْظَةِ الابِ عَلَيْهِ فى الْقُرْآنِ.
o وَذَهَبَ آخرونَ كَعُمَرَ وَعَلِىِ وَزَيْدِ رضي الله عنهم اِلَى اَنَ الاخْوَةَ الاشِقاءَ وَالابَ يُقاسِمُونَ الْجَدَ فى الْمِيْرَاثِ نَظْرًا لاتِحادِ وِجْهَتِهِمْ اِذْ اَنَّ كُلا مِنْهم يُدْلِى اِلَى الْمَيْتِ بِوَاسِطَةِ الابِّ.


Artinya :
Ibnu Abbas berpendapat, bahwasanya kakek itu seperti ayah menghalangi saudara dalam hal warisan bagaimanapun keadaannya. Karena kemutlakan (keumuman) lafadz Al-Ab atas Al-Jad dalam Al-Qur’an. Sedangkan yang lain seperti Umar, Ali dan Zaid RA berpendapat bahwasanya saudara laki-laki sekandung atau sebapak itu mendapat bagian muqosamah (bagi rata) bersama kakek dalam warisan mengingat keberadaan mereka dari satu jalur, karena masing-masing diantara mereka berhubungan dengan mayyit sama-sama langsung perantaraan ayah.

2.Tentang iddah istri yang wafat suaminya dalam keadaan hamil.
فَقالَ عُمَرَ وابنُ مَسْعودٍ : تُعْتَدُ بِوَضْعِ الْحَمْلِ وَبِهِ قالَ جُمْهُورُ اْلعُلَمَاءِ وقال علي وابن عباسٍ : تُعْتَدُ بِأَبْعَدِ الاجَلَيْنِ وَبِهِ قال مالِكَ

Artinya :
Berkata Umar dan Ibnu Mas’ud : Ia (istri yang suaminya wafat dalam keadaan hamil) iddahnya ialah dengan melahirkan kandungannya, pendapat ini juga adalah jumhur ulama.
Sedangakan Ali dan Ibnu Abbas berkata : Istri tersebut iddahnya dengan mengambil masa yang lebih lama, pendapat ini diikuti oleh Imam Malik.

b. Hakekat masalah Khilafiyah dan sebab-sebab Ikhtilaf Fuqoha
1. Hakekat masalah khilafiyah adalah masalah fiqhiyah furu’iyah yang didapat hukumnya dengan jalan istinbath para mujtahid dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jadi masalah khilafiyah adalah masalah-masalah Ad-Dien yang bersifat furu’ bukan bersifat pokok (ushuluddin) yang didapat ketentuan hukumnya dengan jalan Ijtihad yang berdasarkan kepada dalil-dalil syar’i. Dengan demikian bila ada suatu masalah (furu’iyah) yang ketentuan hukumnya tidak berdasarkan dalil-dalil syar’i atau bertentangan dengan jiwa syar’iyah (Qur’an dan As-Sunnah), maka masalah itu bukan masalah khlifaiyah yang bisa diterima, melainkan masalah itu termasuk bid’ah yang dilarang oleh agama.
2. Sebab-sebab ikhtilaf secara garis besarnya ada empat :
1- اَلاخْتِلافُ فى ثبوتِ النَصِ الشَرْعِى وَعَدَمُ ثُبُوتِهِ.
– كاختلاف العلماء فى ثبوت حديث العينة.
– فذهب الامام الشافعى الى عدم ثبوته ولم يحتج به وضعف جميع طرقها وبني على ذلك قوله بجواز بيع العينة.
– وذهب جمهور العلماء الى عدم جوازه حيث اعتبروا احاديث العينة مع ضعفها يشد بعضها بعضا وتصلح ان تكون حجة فى تحريمها.
2- اِلاخْتِلافُ فى فَهْمِ النُصُوصِ الشَرْعِيَةِ كَمَا فى تَعْيِين ِالمُرَادِ فى لَفْظَةِ قُرُوءٍ. الواردة فى قوله تعالى “والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء. (البقرة : 228)
– فعند الاحناف : هي الحيض وهو قول عمر وعلى وابن مسعود
– وعند الشافعى : هي 0الاطهار وهو قول عائشة وابي عمر وزيد بن ثابت
3- اِلاخْتِلافُ فى الجَمْعِ وَالتَرْجِيْحِ بَيْنَ النُصُوصِ.
كاختلاف العلماء فى فراءة المأموم الفاتحة خلف الامام.
– عند الشافعى واحمد : يقرأ امطلقا. عند ابن حنيفة لايقرأ مطلقا.
– وعند مالك : يقرأ فى السرية ولا يقرأ فى الجهرية.
4- اِلاختِلافُ فى القَوَاعدِ الاُصولِيَةِ وَبَعْضِ مَصادِرِ الِاسْتِنْبَاطِ
كاختلاف فهم فى حجية عمل اهل المدينة : انه حجة عند ملك وليس ذلك عند الجمهور فاختلفوا فى توريث ذوى الارحام كالاخوال والاعمام وغيرهم.
– فعند الامام مالك : عدم توريثهم لعمل أهل المدينة على عدم توريثهم
– وعند الحنفية والحنبلية : بتوريثهم عملا بعموم قوله تعالى ” وأولوا الأرحام بعضهم أولى ببعض في كتاب الله. (الانفال : 75)
“والحديث (ص)” والخال وارث من لاوارث له. (اخرجه احمد والاربعة سوى الترمذى)
Artinya :
1. Perbedaan dalam ketetapan nash syar’i dan tidak adanya. Seperti perbedaan ulama dalam hal keteatapan adanya Hadits al-Inah. Imam syafi’i berpendapat tidak kuatnya hadits al-Inah, beliau tidak mengganggap hujjah Hadits tersebut dan menggangap lemah semua sanadnya. Berdasarkan atas pandangan itu, beliau berpendapat bolehnya terjadi jual beli Al-Inah.
Sedangakn Jumhur ulama berpendapat tidak boleh jual beli Al-Inah itu karena menganggap Hadits Al-Inah itu sekalipun sanad-sanadnya lemah, satu sama lain saling menguatkan sehingga Hadits tersebut boleh dijadikan hujjah atas haramnya jual beli Al-Inah.
2. Perbedaan dalam hal memahami nash-nash syar’i seperti perbedaan dalam menentuakn ma’na yang dimaksud dalam lafadz “quru” yang terdapat dalam firman Allah SWT :

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

“Istri-istri yang dicerai suaminya hendaklah menunggu iddah dirinya 3 quru”. (QS : 2 : 228)

Bagi ulama Hanafi lafadz quru itu maksudnya adalah haidh, pendapat itu pendapat Umar, Ali dan Ibnu Mas’ud RA.
Menurut Imam Syafi’i, lafadz quru itu maknanya suci. Pendapat itu adalah pendapat Aisyah, Ibnu Umar dan Zaid bin Tsabit.
3. Perbedaan dalam hal jama’ dan tarjih diantara nash-nash yang ada. Seperti perbedaan ulama dalam hal membaca fatihah bagi makmum dibelakang Imam. Bagi Imam Syafi’i dan Imam Ahmad : Hendaknya makmum itu membaca secara mutlak.
Menurut Abu Hanifah : Makmum itu tidak boleh membaca secara mutlak
Menurut Imam Malik : Hendaklah makmum itu membaca pada shalat sirriyah dan tidak membaca pada shalat jahriyah.
4. Perbedaan dalam hal memandang kaidah-kaidah usuliyah dan sebagian sumber-sumber istinbath, seperti perbedaan para ulama dalam hal memandang kehujjahan amal ahli Madinah. Amal ahli Madinah dipandang hujjah oleh Imam Malik, dan tidak dipandang hujjah oleh jumhur ulama. Karenanya para ulama berbeda pendapat dalam hal menetapkan hukum kewarisan dzawil arham seperti saudara dari fihaq ibu dan saudara dari fihak bapak dan yang lainnya.
Menurut Imam Malik, dzawil arham tidak berhak mendapatkan warisan dengan hujjah amal ahli Madinah yang tidak memberikan hak waris kepada mereka. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan Ulama Hambali, dzawil arham itu berhak mendapat warisan karena melaksanakan keumuman firman Allah SWT :

وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ

“Ulul Arham (orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat) lebih berhak terhadap sesamanya (dari pada orang yang bukan kerabat) dalam kitab Allah. (QS. Al-Anfal : 75)
Juga karena adanya Hadits :

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ كَتَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى أَبِي عُبَيْدَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مَوْلَى مَنْ لَا مَوْلَى لَهُ وَالْخَالُ وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ (اخرجه احمد والاربعة سوى الترمذى)

“Saudara dari fihak ibu adalah sebagai ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris. (HR. Ahmad dan Arba’ah selain Tirmidzi)
c. Adab/Etika Dalam Menghadapi Masalah Khilafiyah
a. Sikap para Ulama
Bersikap toleransi, menghormati dan husnudzon terhadap pendapat para mujtahid yang berbeda pendapat. Hal ini terbukti dari ucapan dan prilaku mereka seperti yang diungkapkan oleh Imam Ad-Dahlawy yang dikutip oleh DR. Al Bayanuni sebagai berikut :
وقد كان فى الصحابة والتابعين ومن بعدهم من يقرأ البسملة ومنهم من لايقرؤها ومنهم من يجهربها ومنهم من لا يجهربها وكان منهم من يقنت فى الفجر ومنهم من لايقنت فى الفجر. ومنهم من يتوضأ من الحجامة والرعاف والقيئ. ومنهم لايتوضأ من ذلك الى امثلة اخرى.
ثم قال : ومع هذا فكان بعضهم يصلى خلف بعض مثل ماكان أبوحنيفة أو اصحابه والشافعى وغيرهم رضي الله عنهم يصلون خلف ائمة المدينة من المالكية وغيرهم وان كانوا لايقرؤون البسملة لاسرا ولاجهرا.
وصلى الرشيد إماما وقد احتجم فصلى الامام ابويوسف خلفه ولم يعد-وكان أفتاه الامام مالك بأنه لاوضؤ عليه.
وكان الامام احمد بن حنبل يرى الوضؤ من الرعاف والحجامة فقيل له : فان كان الامام قد خرج منه الدم ولم يتوضؤ هل تصلى خلفه؟ فقال كيف لاأصلى خلف الامام مالك وسعيد بن المسيب؟” وذكر الامام النووى فى شرحه على صحيح مسلم : “ليس للمفتى ولاللقاضى ان يعترض على من خالفه اذالم يخالف نصا او اجماعا او قياسا جليا. (شرح مسلم للنووى: 2/23)
Artinya :
Dan sungguh terdapat diantara para sahabat, para tabi’in dan orang-orang sesudah mereka, orang yang membaca basmalah (dalam shalat) dan yang tidak membacanya.
Sebagian mereka menjahrkan (mengeraskan) bacaan basmalah dan sebagiannya tidak menjahr-kannya. Ada diantara mereka yang melakukan qunut pada shalat fajar (shubuh), dan sebagiannya tidak berqunut pada shalat shubuh. Sebagian mereka berwudlu disebabkan di canduk (pantik), keluar darah dari hidung dan muntah, sedang sebagiannya lagi tidak berwudlu lantaran hal-hal tersebut. Dan masih banyak contoh-contoh lain. kemudian dia (syekh Ad Dahlawy) berkata :
Namun demikian sebagian mereka shalat dibelakang yang lain seperti yang dilakukan oleh Abu Hanifah atau para sahabatnya, Imam Syafi’i dan yang selainnya – semoga mereka mendapat ridho Allah – mereka shalat dibelakang para Imam Madinah dari golongan mazhab Malikiyah dan selain nya, mereka itu tidak membaca basmalah baik secara sirri maupun secara jahiri.
Harun Ar-Rasyid pernah Shalat sebagai Imam sehabis dicanduk, dan Abu Yusuf shalat di-belakangnya (makmum), beliau tidak mengulangi shalatnya, karena Imam Malik pernah memberikan fatwa bahwa “bagi yang dicanduk tidak perlu wudlu lagi”. Dan adalah Imam Ahmad bin Hambal memandang (bathal) wudlu lantaran keluar darah dari hidung dan dipantik. Ditanyakan kepadanya : sekiranya Al-Imam (Malik) telah keluar darah dari hidungnya dan tidak berwudlu, apakah anda shalat dibelakang-nya? Dia (Imam Ahmad) menjawab: Bagaimana aku tidak berjama’ah shalat di belakang Imam Malik dan Sa’id bin Al Musayyab.
Imam An Nawawy telah menyebutkan dalam kitabya syarah shoheh Muslim’ tidak boleh bagi mufti dan bagi hakim menentang pendapat yang berbeda dengannya”, apabila pendapat tersebut tidak bertentangan dengan nash, Ijma, atau Qias Jaly (jelas). (syarah Muslim oleh Imam Nawawy, 2 : 23)
b. Sikap seorang Muslim
Hendaklah menurut tingkat daya pemahaman masing-masing, ada tiga tingkatan :
1. Sebagai ‘Alim (Mujtahid/ Ahlu Nadzor) hendaklah melakukan ijtihad (menurut kadar mujtahidnya) dan tarjih.
2. Sebagai awam hendaklah mengikuti pendapat ulama dengan menghormati pendapat ulama lain yang berbeda pendapat, dan meninggalkan pendapat yang ada padanya bila jelas menyalahi dalil. Dan boleh berpindah-pindah dari suatu mazhab ke mazhab lain yang mudawan.
Diterangkan dalam kitab “Ishlahul ummah” karya KH. Uwes Abu Bakar, beliau telah menukil dari kitab Al-Fawaidul Makiyah hal 51 :

وَاعْلَمْ اَنَّ الاصَحَّ من كَلامِ الْمُتَأخِرِينَ كاالشيخ ابن حجر وغيره اَنَّهُ يَجُوزُ الانْتِقَالُ من مَذْهبِ الى مذهب من المَْذَاهِبِ المُدَوَّنةِ وَلَوْ بِمُجَرَّدِ التشهىسَوَاءٌ اِنْتَقِلَ دَوَاما اوفى بَعْضِ الحَادِثَةِ
Artinya :
Ketahuilah, yang paling benar dari perkataan ulama mutaakhirin seperti syekh Ibnu Hajar dan lainnya, bahwasanya boleh berpindah-pindah mazhab kepada mazhab lain diantara mazhab-mazhab yang mudawan, meskipun semata mata karena kemauan saja baik berpindahnya untuk selama nya maupun pada suatu masalah.

Kemudian beliau menjelas-kan tentang batasan orang awam ini yang beliau nukilkan dari kitab Ma’danul jawaqitil multamiah fimanakibil aimmatil arba’ah sebagai berikut:
وَالْعَامِى فى عرْفِهِمْ كل منْ لايتمكن من ااِدْراكِ الاحْكامِ الشرعِيَّةِ من الادِلَةِ ولايَعْرِفُ طرقَها فَيَجُوزُ لَهُ التَقْلِيدُ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ بدليل قوله تعالى فَاسأَلُوا اَهلَ الذِكرِ اِنْ كُنْتُمْ لاتعلمونَ
Artinya :
Yang disebut orang awam pada pandangan mereka adalah setiap orang yang tidak dapat mengetahui hukum-hukum syara’ dari dalil-dalilnya dan tidak mengetahui jalan memahami nya, maka boleh baginya taqlid, bahkan wajib berdasarkan firman Allah SWT yang artinya :
Bertanyalah kamu kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.
3. Sebagai Muta’alim (dibawah mujtahid dan diatas awam) Hendaklah :
– Melakukan Tarjih (bagi orang yang memenuhi syarat)
– Mengikuti pendapat ulama seperti orang awam (bagi yang belum memenuhi kemampuan tarjih)
c. Sikap yang harus dihindari :
– Sikap افراط (berlebihan) dengan fanatisme mazhab.
– Sikap تفريط menyia-nyiakan/melecehkan mazhab


BAB IV
KESIMPULAN DAN KHATIMAH

A. Kesimpulan
1. Mengingat Organisasi Mathla’ul Anwar ber-aqidah Ahlussunnah Waljama’ah, maka setiap gerak dan langkahnya hendaklah mengikuti pemahaman Ahlussunnah Waljama’ah baik segi aqidah, pemerintahan maupun ibadah atau fiqh dan furu’udin lainya.
2. Khusus dalam masalah khilafiyah, hendaklah bersikap seperti yang telah disebutkan di atas dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Secara pribadi/ perorangan, hendaklah bersikap menurut tingkatan daya pemahaman/ kemampuan dan kedudukan masing-masing, serta menghindari sikap ifrath dan tafrith terhadap madzhab.
b. Secara Organisasi, Mathla’ul Anwar tidak melakukan Tarjih dalam bidang ibadah, dengan pertimbangan:
1) Menghidanri kemungkinan timbulnya kelompok baru, demi persatuan dan kesatuan
2) Mathla’ul Anwar sebagai ormas Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah terdiri dari para anggota dan jama’ah yang berbeda latar belakang pendidikan, pemaham-an agama dan status sosial.
3) Hasil Tarjih tidak menutup kemungkinan adanya perubahan dimasa berikutnya lantaran terdapat dalil yang lebih kuat.
4) Masalah ibadah sasarannya حبل من الله berbeda dengan bidang muamalah yang sasaran dan penilaiannya langsung menyangkut hak sesama manusia.
B. Khatimah

Dari uraian dan kesimpulan diatas, maka kithah Mathla’ul Anwar tercermin dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Berpegang teguh dengan Al-qur’an’an dan As-Sunnah
2. Bersatu dalam Aqidah
3. Berjama’ah dalam Ibadah
4. Bertoleran dalam khilafiyah
5. Bersikap tegas terhadap bid’ah
6. Berorentasi kepada mashlahatil ummah
7. Berpiawai dalam siyasah
8. Bersama membangun masyarakat dengan pemerintah
9. Berjuang di jalan Allah SWT.

Tempat Terbitnya Cahaya: Menelusuri Sumber-Sumber Cahaya Alami dan Buatan

Cahaya Alami: Sumber Utama dan Peranannya

Cahaya alami merupakan elemen penting yang mendukung kehidupan di bumi. Salah satu sumber cahaya alami yang paling mendominasi adalah matahari. Matahari menghasilkan cahaya melalui proses fusi nuklir, di mana inti hidrogen bergabung membentuk helium, melepaskan energi dalam bentuk cahaya dan panas. Energi ini tidak hanya menerangi bumi tetapi juga memanaskan planet kita, memungkinkan adanya iklim dan cuaca.

Selain matahari, bintang-bintang di langit malam juga menjadi sumber cahaya alami. Bintang, seperti matahari, menghasilkan cahaya melalui proses fusi nuklir. Meskipun jaraknya sangat jauh, cahaya dari bintang-bintang ini memberikan keindahan dan pengetahuan tentang alam semesta kepada kita. Fenomena alam lainnya yang menghasilkan cahaya adalah petir. Petir terjadi ketika muatan listrik di atmosfer saling bertabrakan, menghasilkan cahaya yang terang dan singkat.

Makhluk bioluminesen menambah daftar sumber cahaya alami dengan cara yang unik. Organisme seperti kunang-kunang dan beberapa jenis plankton laut menghasilkan cahaya melalui reaksi kimia dalam tubuh mereka. Cahaya yang dihasilkan sering digunakan untuk menarik pasangan, mengelabui predator, atau menarik mangsa.

Peran cahaya alami dalam ekosistem sangatlah krusial. Proses fotosintesis pada tumbuhan, misalnya, bergantung pada cahaya matahari untuk mengubah karbon dioksida dan air menjadi oksigen dan gula. Proses ini tidak hanya menyediakan makanan bagi tumbuhan tetapi juga menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya. Selain itu, banyak hewan menggunakan cahaya alami untuk navigasi. Burung migrasi, misalnya, menggunakan posisi matahari dan bintang untuk menentukan arah terbang mereka.

Cahaya alami juga mempengaruhi ritme sirkadian manusia, yang mengatur siklus tidur dan bangun. Paparan cahaya matahari yang cukup membantu tubuh memproduksi melatonin, hormon yang mengatur tidur. Dengan demikian, cahaya alami berperan penting dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Cahaya Buatan: Inovasi dan Dampaknya

Sumber cahaya buatan telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Dari lampu pijar klasik hingga teknologi pencahayaan modern seperti lampu neon dan LED, setiap jenis memiliki sejarah dan prinsip kerja yang unik. Lampu pijar, yang ditemukan oleh Thomas Edison pada akhir abad ke-19, bekerja dengan memanaskan filamen hingga berpijar. Meskipun memberikan cahaya hangat yang nyaman, lampu pijar tidak efisien secara energi karena sebagian besar energinya berubah menjadi panas.

Pada pertengahan abad ke-20, lampu neon mulai populer sebagai alternatif yang lebih efisien. Lampu ini bekerja dengan menggunakan gas neon yang terionisasi oleh listrik untuk menghasilkan cahaya. Meskipun lebih hemat energi dibandingkan lampu pijar, lampu neon dikenal memiliki masalah dalam hal daur ulang dan pembuangan, karena mengandung bahan berbahaya seperti merkuri.

Perkembangan terbaru dalam teknologi pencahayaan adalah lampu LED (Light Emitting Diode). LED bekerja dengan menggunakan semikonduktor untuk mengubah listrik langsung menjadi cahaya. Lampu LED sangat efisien dan memiliki umur pakai yang panjang, menjadikannya pilihan yang semakin populer baik untuk keperluan rumah tangga maupun komersial. Selain itu, LED menawarkan fleksibilitas dalam hal warna dan intensitas cahaya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik.

Meskipun cahaya buatan memberikan banyak manfaat, terdapat dampak negatif yang perlu diperhatikan. Polusi cahaya adalah salah satu isu utama, yang mempengaruhi ekosistem alami dan mengganggu ritme sirkadian manusia. Paparan cahaya buatan berlebih, terutama pada malam hari, dapat menyebabkan gangguan tidur dan masalah kesehatan lainnya.

Untuk mengurangi dampak negatif ini, inovasi terbaru dalam teknologi pencahayaan fokus pada efisiensi energi dan ramah lingkungan. Pengembangan lampu hemat energi dan penerapan sistem pencahayaan pintar yang dapat diatur sesuai kebutuhan merupakan beberapa langkah yang diambil untuk menciptakan masa depan yang lebih terang dan berkelanjutan.

Tempat Terbitnya Cahaya: Memahami Sumber Cahaya yang Berbeda di Alam

Sumber Cahaya Alami

Sumber cahaya alami memainkan peran vital dalam kehidupan di Bumi, dengan matahari sebagai sumber cahaya utama. Matahari menghasilkan energi dan cahaya melalui proses fusi nuklir yang terjadi di intinya, di mana atom-atom hidrogen bergabung menjadi helium, menghasilkan energi dalam jumlah besar yang dilepaskan dalam bentuk cahaya dan panas. Proses ini tidak hanya menyediakan cahaya bagi planet kita, tetapi juga mengatur siklus kehidupan, iklim, dan cuaca.

Selain matahari, bintang-bintang di langit malam juga merupakan sumber cahaya alami. Bintang-bintang ini, meskipun tampak kecil dari Bumi, adalah objek astronomi besar yang memancarkan cahaya melalui proses fusi nuklir serupa dengan matahari. Mereka memberikan pandangan yang menakjubkan dan menjadi subjek penelitian astronomi yang penting.

Bulan, meskipun bukan sumber cahaya asli, memantulkan cahaya matahari dan menerangi malam hari. Cahaya bulan yang lembut mempengaruhi perilaku hewan malam dan membantu navigasi manusia sejak zaman kuno.

Fenomena alam seperti aurora dan halilintar juga menghasilkan cahaya alami. Aurora, yang dikenal sebagai cahaya utara atau selatan, terjadi ketika partikel bermuatan dari matahari berinteraksi dengan atmosfer bumi, menghasilkan tampilan cahaya yang menakjubkan di langit kutub. Halilintar, di sisi lain, adalah pelepasan listrik yang terjadi selama badai petir, menghasilkan kilatan cahaya yang terang dan suara gemuruh.

Organisme bioluminesen, seperti kunang-kunang dan beberapa spesies laut, menambah keanekaragaman sumber cahaya alami. Organisme ini menghasilkan cahaya melalui reaksi kimia di dalam tubuh mereka, yang sering digunakan untuk menarik pasangan, mengusir predator, atau berkomunikasi. Fenomena bioluminesens ini menambah keindahan dan misteri dunia alam.

Sumber Cahaya Buatan

Sumber cahaya buatan telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia sejak zaman kuno. Awalnya, manusia mengandalkan obor dan lilin sebagai sumber penerangan. Obor, yang terdiri dari kayu yang dibakar, memberikan cahaya meski dengan risiko kebakaran dan emisi asap. Lilin, yang diperkenalkan kemudian, menawarkan alternatif yang lebih aman dan lebih praktis.

Perkembangan signifikan dalam teknologi pencahayaan terjadi dengan penemuan lampu pijar oleh Thomas Edison pada akhir abad ke-19. Lampu pijar bekerja dengan mengalirkan arus listrik melalui filamen tipis, biasanya terbuat dari tungsten, yang kemudian memanas hingga mencapai suhu yang cukup tinggi untuk memancarkan cahaya. Meskipun memberikan penerangan yang memadai, lampu pijar terkenal tidak efisien dalam penggunaan energi, karena sebagian besar energinya terbuang sebagai panas.

Dengan kemajuan teknologi, muncullah lampu neon dan kemudian lampu fluorescent yang menawarkan efisiensi energi yang lebih baik dibandingkan lampu pijar. Lampu fluorescent bekerja dengan mengalirkan arus listrik melalui gas, biasanya merkuri, yang kemudian memancarkan sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet ini kemudian mengenai lapisan fosfor di dalam tabung, menghasilkan cahaya yang tampak.

Revolusi berikutnya dalam teknologi pencahayaan adalah munculnya lampu LED (Light Emitting Diode). Lampu LED bekerja berdasarkan prinsip semikonduktor dioda yang memancarkan cahaya saat arus listrik mengalir melaluinya. LED terkenal karena efisiensi energi yang sangat tinggi dan umur pakai yang panjang. Selain itu, teknologi OLED (Organic Light Emitting Diode) telah diperkenalkan, yang menggunakan bahan organik untuk menghasilkan cahaya dan memberikan fleksibilitas dalam desain pencahayaan.

Setiap teknologi pencahayaan ini memiliki prinsip kerja yang unik dan dampak yang berbeda terhadap lingkungan. Lampu LED dan OLED, misalnya, lebih ramah lingkungan dibandingkan lampu pijar dan fluorescent karena konsumsi energi yang lebih rendah dan tidak mengandung bahan berbahaya seperti merkuri.

Sumber cahaya buatan ini memiliki aplikasi praktis yang luas dalam kehidupan sehari-hari. Dari pencahayaan rumah tangga dan jalan raya hingga penggunaan dalam bidang medis dan industri, teknologi pencahayaan buatan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beragam.

Tempat Terbitnya Cahaya: Menjelajahi Sumber dan Fenomena Alam yang Menakjubkan

Sumber Cahaya Alami

Matahari adalah sumber utama cahaya alami bagi bumi. Proses fusi nuklir yang terjadi di inti matahari menghasilkan energi dalam jumlah besar yang kemudian dipancarkan dalam bentuk cahaya. Proses ini melibatkan penggabungan inti-inti hidrogen menjadi helium, yang melepaskan energi dalam bentuk foton. Cahaya dari matahari sangat penting untuk kehidupan di bumi karena menyediakan energi yang diperlukan untuk fotosintesis, yang mendukung hampir semua kehidupan di planet ini.

Selain matahari, bintang-bintang lain di luar angkasa juga merupakan sumber cahaya alami. Setiap bintang, pada dasarnya, adalah bola gas panas yang memancarkan cahaya melalui proses fusi nuklir di intinya. Bintang-bintang ini, meskipun jauh dari bumi, memberikan kontribusi penting dalam penciptaan pemandangan langit malam yang menakjubkan.

Fenomena aurora adalah contoh lain dari cahaya alami. Aurora terjadi ketika partikel-partikel bermuatan dari matahari, seperti proton dan elektron, memasuki atmosfer bumi dan berinteraksi dengan molekul-molekul gas di atmosfer. Interaksi ini menghasilkan cahaya yang berwarna-warni dan sering terlihat di daerah kutub bumi, dikenal sebagai aurora borealis di utara dan aurora australis di selatan.

Kilat adalah sumber cahaya alami yang dihasilkan oleh pelepasan muatan listrik di atmosfer. Kilat terjadi ketika ada perbedaan potensial listrik yang besar antara awan dan permukaan bumi atau antara dua awan. Muatan listrik ini bergerak melalui udara, menciptakan jalur ionisasi yang bersinar terang.

Bioluminesensi adalah kemampuan beberapa organisme hidup untuk menghasilkan cahaya melalui reaksi kimia di dalam tubuh mereka. Contoh organisme yang memiliki kemampuan ini termasuk kunang-kunang, beberapa jenis jamur, dan berbagai makhluk laut seperti ubur-ubur dan ikan anglerfish. Reaksi kimia yang terjadi biasanya melibatkan enzim luciferase dan substrat luciferin, yang menghasilkan cahaya sebagai produk sampingan.

Sumber Cahaya Buatan

Sumber cahaya buatan telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, mulai dari zaman kuno hingga era modern saat ini. Sejarah perkembangan sumber cahaya buatan dimulai dengan penggunaan obor dan lilin, yang merupakan metode awal manusia untuk menghasilkan cahaya dalam kegelapan. Obor, yang dibuat dari kayu dan bahan bakar seperti lemak hewan, serta lilin yang terbuat dari lilin lebah atau tallow, adalah contoh sumber cahaya buatan yang telah ada selama berabad-abad.

Perkembangan signifikan dalam teknologi cahaya buatan terjadi pada abad ke-19 dengan penemuan lampu pijar oleh Thomas Edison. Lampu pijar menggunakan filamen yang dipanaskan hingga bersinar, memberikan sumber cahaya yang lebih stabil dan dapat diandalkan dibandingkan dengan obor dan lilin. Penemuan ini merevolusi cara manusia menggunakan cahaya, memungkinkan penerangan yang lebih efisien dan meluas ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Di era modern, teknologi pencahayaan terus berkembang dengan munculnya lampu LED (Light Emitting Diode). Lampu LED dikenal karena efisiensinya yang tinggi dan ramah lingkungan. Tidak hanya mengonsumsi energi lebih rendah dibandingkan dengan lampu pijar dan fluorescent, lampu LED juga memiliki umur yang lebih panjang. Inovasi ini telah mengubah cara kita menggunakan cahaya dalam kehidupan sehari-hari, dari pencahayaan rumah tangga hingga aplikasi industri.

Sumber cahaya buatan juga memainkan peran penting dalam berbagai bidang lainnya. Misalnya, penerangan jalan menggunakan lampu LED meningkatkan keselamatan di jalan raya. Lampu lalu lintas yang efisien membantu mengatur lalu lintas dengan lebih baik, sementara pencahayaan arsitektur dapat menonjolkan keindahan bangunan dan ruang publik. Namun, penggunaan sumber cahaya buatan juga memiliki dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Polusi cahaya adalah salah satu masalah yang timbul akibat penggunaan berlebihan cahaya buatan, yang dapat mengganggu ekosistem alami dan siklus tidur manusia.

Tempat Terbitnya Cahaya: Pemahaman Mendalam tentang Asal Cahaya di Alam Semesta

Proses Terjadinya Cahaya di Alam Semesta

Cahaya memainkan peran fundamental dalam memahami alam semesta, dan untuk memahami asalnya, kita harus mulai dengan konsep dasar bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Cahaya ini dapat dihasilkan melalui berbagai proses alami yang melibatkan interaksi antara partikel-partikel subatomik dan energi dalam kondisi tertentu.

Salah satu sumber utama cahaya di alam semesta adalah bintang, termasuk matahari kita. Proses utama yang menghasilkan cahaya di dalam bintang adalah fusi nuklir. Fusi nuklir adalah reaksi yang terjadi di inti bintang, di mana elemen-elemen seperti hidrogen dan helium bergabung di bawah tekanan dan suhu yang sangat tinggi. Dalam reaksi ini, inti hidrogen bergabung untuk membentuk helium, dan dalam proses tersebut, energi dilepaskan dalam bentuk cahaya dan radiasi elektromagnetik lainnya. Proses ini tidak hanya menghasilkan cahaya yang kita lihat, tetapi juga energi yang mempertahankan kehidupan di planet kita.

Selain fusi nuklir di bintang, fenomena astronomi lainnya seperti supernova juga menjadi sumber cahaya yang signifikan. Supernova adalah ledakan dahsyat yang terjadi pada akhir siklus hidup bintang besar. Ledakan ini mengeluarkan energi dalam jumlah yang sangat besar, termasuk cahaya yang dapat dilihat dari jarak yang sangat jauh di alam semesta. Cahaya dari supernova ini sering kali lebih terang daripada seluruh galaksi tempat bintang tersebut berada, setidaknya untuk sementara waktu.

Sumber cahaya lainnya mencakup nebula dan galaksi. Nebula adalah awan gas dan debu di luar angkasa yang dapat memancarkan cahaya melalui proses ionisasi. Ketika radiasi dari bintang-bintang terdekat mengionisasi gas di dalam nebula, gas tersebut memancarkan cahaya. Galaksi, yang terdiri dari miliaran bintang, juga memancarkan cahaya yang berasal dari kombinasi berbagai proses nuklir yang terjadi di dalam bintang-bintang yang ada di dalamnya.

Cahaya yang dihasilkan oleh berbagai sumber ini dapat mencapai bumi setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang melalui ruang angkasa. Gelombang cahaya ini berjalan dengan kecepatan sekitar 299,792 kilometer per detik, dan meskipun jaraknya bisa sangat jauh, cahaya tersebut tetap dapat mencapai kita, membawa informasi penting tentang asal-usul dan sifat alam semesta.

Peran Cahaya dalam Kehidupan di Bumi

Cahaya, khususnya cahaya matahari, memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan di Bumi. Sebagai sumber energi utama, sinar matahari mendukung ekosistem bumi melalui proses fotosintesis. Dalam proses ini, tumbuhan menggunakan cahaya untuk mengubah air dan karbon dioksida menjadi oksigen dan glukosa. Produk fotosintesis ini kemudian menjadi dasar rantai makanan, yang mendukung kehidupan hewan dan manusia. Tanpa cahaya, fotosintesis tidak dapat terjadi, dan kehidupan di Bumi akan terancam.

Selain itu, cahaya juga berperan penting dalam siklus tidur dan kesehatan manusia. Ritme sirkadian, jam biologis tubuh yang mengatur siklus tidur-bangun, sangat dipengaruhi oleh paparan cahaya. Cahaya alami membantu mengatur produksi hormon melatonin, yang menginduksi tidur. Kurangnya paparan cahaya alami atau eksposur berlebih terhadap cahaya buatan dapat mengganggu ritme sirkadian, menyebabkan masalah tidur dan gangguan kesehatan lainnya seperti depresi dan gangguan metabolik.

Di luar peran biologisnya, cahaya memiliki berbagai aplikasi penting dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari. Dalam komunikasi optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mentransmisikan data dengan kecepatan tinggi dan keamanan yang tinggi. Di bidang medis, pencitraan optik seperti sinar-X dan endoskopi memungkinkan diagnosa dan pengobatan yang lebih tepat. Selain itu, pencahayaan buatan yang efisien dan ramah lingkungan terus dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Menjaga keseimbangan natural cahaya di Bumi sangat penting untuk keberlanjutan lingkungan. Polusi cahaya, yang disebabkan oleh pencahayaan buatan yang berlebihan dan tidak terkendali, memiliki dampak negatif pada ekosistem dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan praktik pencahayaan yang berkelanjutan dan mendukung upaya konservasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Tempat Terbitnya Cahaya: Sumber dan Fenomena Alam yang Mempesona

Sumber Cahaya Alami dan Buatan

Cahaya adalah salah satu elemen fundamental dalam kehidupan kita, dan sumber cahaya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar: alami dan buatan. Sumber cahaya alami yang paling dominan adalah matahari, yang berperan sebagai sumber energi utama bagi kehidupan di bumi. Matahari menghasilkan cahaya melalui proses fusi nuklir, di mana inti-inti hidrogen bergabung membentuk helium, melepaskan sejumlah besar energi dalam bentuk cahaya dan panas. Cahaya matahari mencapai bumi setelah menempuh jarak sekitar 149,6 juta kilometer, memberikan energi yang mendukung fotosintesis pada tumbuhan dan mengatur siklus siang-malam.

Selain matahari, ada sumber cahaya alami lainnya yang juga mempesona. Bintang-bintang di langit malam, misalnya, adalah matahari lain yang berada di luar tata surya kita, bersinar melalui proses fusi nuklir serupa. Api, yang merupakan hasil dari reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen, juga menghasilkan cahaya yang telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah untuk penerangan, memasak, dan berbagai aktivitas lainnya. Fenomena bioluminesensi, yang ditemukan pada beberapa makhluk hidup seperti kunang-kunang dan beberapa spesies laut, adalah contoh lain dari sumber cahaya alami. Bioluminesensi terjadi ketika organisme tersebut mengeluarkan cahaya sebagai hasil dari reaksi kimia tertentu di dalam tubuh mereka.

Selain sumber cahaya alami, manusia telah menciptakan berbagai sumber cahaya buatan yang telah merevolusi cara kita hidup dan bekerja. Lampu pijar, yang ditemukan oleh Thomas Edison, menghasilkan cahaya dengan memanaskan filamen logam hingga berpijar. Teknologi ini kemudian berkembang menjadi lampu neon dan lampu halogen. Di era modern, LED (Light Emitting Diode) telah menjadi pilihan utama karena efisiensinya yang tinggi dan umur pakainya yang panjang. LED menghasilkan cahaya melalui semikonduktor yang memancarkan foton ketika dialiri listrik. Selain itu, laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) adalah teknologi canggih yang menghasilkan cahaya koheren dengan aplikasi luas mulai dari medis hingga komunikasi.

Dengan berbagai sumber cahaya yang tersedia, baik alami maupun buatan, kita dapat melihat bagaimana cahaya memainkan peran vital dalam kehidupan sehari-hari dan perkembangan teknologi. Setiap sumber cahaya, dengan karakteristik uniknya, memberikan kontribusi penting dalam berbagai aspek kehidupan kita.

Fenomena Alam Terkait Cahaya

Fenomena alam yang melibatkan cahaya sering kali menakjubkan dan mempesona. Salah satu fenomena yang paling dikenal adalah pelangi. Pelangi terbentuk ketika cahaya matahari menembus tetesan air hujan di atmosfer. Cahaya tersebut dibiaskan, atau dibelokkan, masuk ke dalam tetesan air, dipantulkan di bagian belakang tetesan, dan kemudian dibiaskan lagi saat keluar dari tetesan. Proses ini memisahkan cahaya putih menjadi spektrum warna, menghasilkan busur warna-warni yang kita lihat di langit.

Selanjutnya, aurora adalah fenomena cahaya lain yang sering memukau. Aurora, baik yang dikenal sebagai Aurora Borealis di belahan bumi utara maupun Aurora Australis di belahan bumi selatan, terbentuk ketika partikel bermuatan dari matahari berinteraksi dengan medan magnet bumi. Partikel-partikel ini, yang terutama terdiri dari elektron dan proton, terjebak dalam medan magnet bumi dan berbenturan dengan molekul udara di atmosfer atas. Benturan ini menghasilkan cahaya yang bervariasi dalam warna, biasanya hijau, merah, biru, dan ungu, tergantung pada jenis gas yang terionisasi.

Fenomena lain yang menarik adalah fatamorgana, sebuah ilusi optik yang terjadi ketika sinar cahaya dibiaskan melalui lapisan udara dengan suhu yang berbeda. Fatamorgana sering terlihat di gurun atau di atas permukaan air, menciptakan ilusi seolah-olah ada danau atau objek lain yang sebenarnya tidak ada. Selain itu, halo adalah fenomena cahaya atmosferik yang terjadi ketika cahaya matahari atau bulan dibiaskan oleh kristal es di atmosfer, membentuk cincin cahaya di sekitar sumber cahaya tersebut.

Fenomena-fenomena ini menunjukkan bagaimana cahaya bisa berinteraksi dengan elemen-elemen alam untuk menciptakan pemandangan yang indah dan sering kali misterius. Dengan memahami proses di balik fenomena ini, kita dapat lebih menghargai keajaiban alam yang terjadi di sekitar kita setiap hari.

Tempat Terbitnya Cahaya: Menelusuri Sumber-Sumber Pencahayaan Alami dan Buatan

Sumber-Sumber Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami memainkan peran penting dalam kehidupan di bumi, dengan matahari sebagai sumber utama. Energi yang dipancarkan matahari memberikan cahaya dan panas yang esensial untuk kelangsungan hidup berbagai organisme. Matahari tidak hanya mendukung fotosintesis pada tanaman yang menjadi pondasi rantai makanan, tetapi juga mengatur siklus tidur manusia melalui ritme sirkadian. Ketika matahari terbit, produksi hormon melatonin berkurang, membuat kita terjaga dan aktif. Sebaliknya, saat matahari terbenam, produksi melatonin meningkat sehingga kita merasa mengantuk.

Selain matahari, bulan dan bintang juga berperan sebagai sumber cahaya alami, meskipun intensitasnya jauh lebih rendah. Cahaya bulan, yang merupakan refleksi sinar matahari, sering digunakan dalam navigasi malam hari oleh hewan seperti penyu dan burung migrasi. Bintang, meskipun tampak kecil dan jauh, telah digunakan manusia sepanjang sejarah sebagai panduan navigasi di laut terbuka dan di gurun.

Api alamiah, seperti api unggun atau lava vulkanik, juga merupakan sumber pencahayaan alami yang telah dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman prasejarah. Api unggun, misalnya, tidak hanya menyediakan cahaya tetapi juga panas, yang penting untuk memasak dan perlindungan dari hewan buas. Lava vulkanik, meskipun lebih jarang ditemukan, memberikan cahaya yang intens dan dramatis, menciptakan pemandangan alam yang menakjubkan.

Pencahayaan alami tidak hanya mempengaruhi biologi dan perilaku organisme, tetapi juga telah membentuk cara manusia merancang bangunan dan ruang hidup. Arsitektur yang memaksimalkan pencahayaan alami melalui penggunaan jendela besar, skylight, dan orientasi bangunan yang tepat dapat mengurangi kebutuhan energi buatan, meningkatkan efisiensi energi, dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan sehat. Dari zaman kuno hingga modern, pemanfaatan cahaya alami menjadi salah satu elemen kunci dalam desain arsitektur dan perencanaan kota.

Sumber-Sumber Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan telah memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Seiring waktu, teknologi pencahayaan buatan telah mengalami evolusi yang signifikan, dimulai dari lilin dan lampu minyak hingga lampu listrik modern. Pada awal sejarah, lilin dan lampu minyak menjadi sumber utama penerangan. Lilin, yang pertama kali digunakan sekitar tahun 3000 SM, dibuat dari lemak hewan atau lilin lebah, sementara lampu minyak menggunakan bahan bakar seperti minyak zaitun atau minyak ikan.

Revolusi pencahayaan terjadi dengan penemuan lampu pijar oleh Thomas Edison pada akhir abad ke-19. Lampu pijar menghasilkan cahaya melalui pemanasan filamen logam hingga berpijar. Meskipun efisien pada zamannya, lampu pijar memiliki keterbatasan efisiensi energi dan umur pemakaian. Kemudian, pada abad ke-20, lampu neon dan lampu fluorescent mulai populer. Lampu jenis ini menggunakan gas untuk menghasilkan cahaya dan menawarkan efisiensi energi yang lebih baik dibandingkan lampu pijar.

Dalam beberapa dekade terakhir, pencahayaan buatan mengalami lonjakan inovasi dengan ditemukannya lampu LED (Light Emitting Diode). Lampu LED dikenal karena efisiensi energinya yang tinggi, umur panjang, dan fleksibilitas desain. Lampu LED kini menjadi pilihan utama untuk berbagai kebutuhan pencahayaan, mulai dari rumah tangga hingga penerangan jalan.

Selain itu, teknologi pencahayaan pintar semakin berkembang. Pencahayaan pintar memungkinkan pengguna untuk mengendalikan lampu melalui aplikasi di smartphone, memberikan fleksibilitas dan kenyamanan ekstra. Pencahayaan ramah lingkungan juga menjadi fokus utama, dengan banyak produsen yang menawarkan solusi hemat energi untuk mengurangi jejak karbon.

Pemilihan pencahayaan buatan yang tepat sangat penting untuk berbagai kebutuhan. Untuk rumah, pencahayaan yang nyaman dan hemat energi sangat dianjurkan. Di tempat kerja, pencahayaan yang mendukung produktivitas dan kesehatan mata pekerja menjadi prioritas. Sementara itu, untuk ruang publik, pencahayaan yang aman dan efisien adalah kunci.