Mathla’ul Anwar (MA), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah adalah tiga organisasi Islam besar di Indonesia yang berkontribusi besar dalam membangun peradaban umat Islam. Ketiganya memiliki orientasi keagamaan yang berakar pada konsep Ahli Sunah Waljamaah, meskipun terdapat perbedaan dalam cara pandang dan implementasinya.
Mathla’ul Anwar, sejak kepemimpinan KH. Uwes Abu Bakar, menegaskan komitmennya yang berbasis moderasi dan keterbukaan. Dalam konteks ini, penting untuk membandingkan konsep Aswaja yang diusung oleh Mathla’ul Anwar dengan pendekatan NU dan Muhammadiyah.
Konsep Ahli Sunah Waljamaah
Secara umum, Ahli Sunah Waljamaah adalah pemahaman Islam yang mengikuti tradisi Rasulullah SAW dan para sahabat, dengan merujuk kepada dua tokoh besar dalam teologi Islam, yaitu Imam Asy’ari dan Imam Maturidi. Konsep ini menekankan keseimbangan dalam akidah, syariah, dan tasawuf, serta toleransi terhadap perbedaan mazhab. Namun, penerapannya di Indonesia menunjukkan variasi yang menarik antara NU, Muhammadiyah, dan Mathla’ul Anwar.
NU: Aswaja dalam Tradisi dan Budaya
NU merupakan organisasi yang paling identik dengan Aswaja dalam pengertian tradisional yang mengacu pada tiga pilar utama
- Akidah: Berpegang pada teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah.
- Fiqih: Mengikuti salah satu dari empat mazhab, khususnya Mazhab Syafi’i.
- Tasawuf: Memadukan syariah dengan tasawuf yang merujuk pada Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi.
NU juga menekankan pentingnya menjaga tradisi lokal (kearifan budaya) yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan NU, Aswaja tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga kontekstual, mengakomodasi realitas sosial-budaya masyarakat Indonesia.
Muhammadiyah: Aswaja dalam Pembaruan dan Rasionalitas
Berbeda dengan NU, Muhammadiyah mengadopsi pendekatan Aswaja yang lebih berorientasi pada purifikasi ajaran Islam. Meski tidak secara eksplisit menyebut diri sebagai bagian dari Aswaja, Muhammadiyah berlandaskan pada prinsip Al-Quran dan Sunah secara langsung, dengan interpretasi yang didasarkan pada ijtihad.
Akidah: Fokus pada tauhid murni dan menghindari praktik-praktik yang dianggap bid’ah.
Fiqih: Tidak terikat pada satu mazhab tertentu, melainkan berpegang pada dalil langsung dari Al-Quran dan Sunah.
Tasawuf: Tidak menekankan tasawuf dalam bentuk tradisional, tetapi menggantinya dengan konsep akhlak dan pembinaan moral.
Muhammadiyah berperan dalam memperbarui pemahaman Islam dan memajukan pendidikan modern, sambil tetap mengedepankan prinsip-prinsip Islam yang universal.
Mathla’ul Anwar: Aswaja sebagai Jalan Tengah
Mathla’ul Anwar, di bawah kepemimpinan KH. Uwes Abu Bakar, mengambil posisi sebagai jalan tengah antara pendekatan tradisional NU dan modernis Muhammadiyah. Mathla’ul Anwar memegang teguh ajaran Aswaja dengan ciri khas sebagai berikut:
- Akidah: Mengikuti teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah, sejalan dengan NU. Namun, Mathla’ul Anwar lebih menekankan toleransi terhadap perbedaan pendapat dan menjauhi fanatisme mazhab.
- Fiqih: Terbuka terhadap berbagai mazhab, dengan landasan utama Mazhab Syafi’i, namun fleksibel dalam menghadapi perubahan zaman, mendekati pendekatan Muhammadiyah.
- Tasawuf: Menekankan pentingnya tasawuf yang membentuk akhlak, tetapi menghindari praktik-praktik yang berlebihan atau dianggap bertentangan dengan syariat, menempatkan tasawuf sebagai jalan penguatan moral.
Mathla’ul Anwar juga menonjol dalam pengembangan pendidikan Islam yang berbasis moderasi, dengan memadukan pengajaran agama dan ilmu pengetahuan modern, seperti yang dilakukan Muhammadiyah, namun tetap menjaga akar tradisional seperti NU.
Penutup
Harmoni dalam Perbedaan Mathla’ul Anwar, NU, dan Muhammadiyah menunjukkan keberagaman dalam mengimplementasikan konsep Aswaja sesuai dengan konteks masing-masing. NU menonjol dengan tradisionalismenya, Muhammadiyah dengan pembaruan, dan Mathla’ul Anwar dengan pendekatan moderat yang menggabungkan nilai-nilai kedua organisasi tersebut. Di bawah ketua PBMA sekarang, KH Embay Mulya Syarif harmoni di MA terus terpelihara.
Dalam konteks keindonesiaan, ketiganya menjadi simbol harmonisasi Islam yang mampu menjaga keutuhan umat di tengah perbedaan. Dengan terus berpegang pada prinsip Aswaja, Mathla’ul Anwar, NU, dan Muhammadiyah diharapkan dapat melanjutkan peran strategis mereka dalam membangun masyarakat Islam yang damai, toleran, dan berkemajuan.
*) H. S. Miharja, Ph.D