Kekayaan Keilmuan Keislaman dalam Tradisi NU, Muhammadiyah, dan Mathla’ul Anwar: Pandangan Lintas Generasi

H.S. Miharja, Ph.D

Pendahuluan
Artikel ini membahas peran lembaga keilmuan keislaman dalam tiga organisasi besar Islam di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Mathla’ul Anwar. Responden menghadirkan generasi X dan Z, menunjuk
Dhona El Furqon Fauzi dari generasi Z dan Prof. Syibli Syarjaya dari generasi X. Dengan pendekatan komparatif, artikel ini menggali metodologi, prinsip dasar, dan fleksibilitas yang diberikan kepada warga masing-masing organisasi untuk memilih pandangan keagamaan. Kekayaan keilmuan keagamaan secara unik dipetakan dalam memutuskan persoalan agama.

Temuan Pemetaan

Organisasi Islam di Indonesia memiliki kekayaan tradisi intelektual yang khas. Dalam pandangan El Furqon, bukan saja NU dan Muhammadiyah, semua ormas keagamaan termasuk Mathla’ul Anwar memiliki institusi dalam memecahkan persoalan umat Islam. Lebih lanjut dipetakan oleh Prof Shibli Sharjaya sebagai intelektual pada Universitas Mathla’ul Anwar. Dalam pemetaannya NU dengan Bahtsul Masail, Muhammadiyah dengan Majelis Tarjih, dan Mathla’ul Anwar dengan Majelis Fatwa adalah contoh nyata lembaga yang bertugas memformulasikan hukum-hukum Islam sesuai konteks zaman. Secara detail dianalisis persamaan, perbedaan, dan contoh-contoh keputusan yang telah dihasilkan oleh ketiga lembaga tersebut dalam menjawab kebutuhan umat.

Pembahasan

Bahtsul Masail NU merupakan forum yang dirancang untuk menyelesaikan persoalan keagamaan secara kolektif. Metodologi utama adalah berbasis pada kitab kuning dengan rujukan utama mazhab Syafi’i. Contoh Kasus, Hukum Bank Syariah Pada Muktamar ke-32 NU, Bahtsul Masail memutuskan bahwa bank syariah dibolehkan dengan syarat akad-akad yang digunakan sesuai syariah. Hukum Rokok Dalam beberapa forum, terdapat perbedaan pendapat; sebagian mengharamkan karena ada kemiripan dengan bank konvensional, sedangkan sebagian lainnya menganggap syar’i.

Majelis Tarjih Muhammadiyah berfokus pada ijtihad berbasis Al-Qur’an dan Hadis, dengan semangat purifikasi (tajdid). Metodologi ini mencerminkan independensi dari mazhab tradisional. Contoh Kasus, Hukum Salat Idul Fitri di Rumah Pada awal pandemi COVID-19, Majelis Tarjih mengeluarkan fatwa bahwa Salat Idul Fitri boleh dilakukan di rumah dengan berjamaah. Demikian juga dalam Penentuan Awal Ramadan sering menggunakan hisab wujudul hilal, berbeda dengan pemerintah yang menggabungkan rukyat dan hisab.

Majelis Fatwa Mathla’ul Anwar mengintegrasikan pendekatan klasik mazhab Syafi’i dengan pertimbangan kontekstual. Keputusan-keputusannya mengakomodasi keberagaman di kalangan masyarakat. Contoh Kasus Hukum Asuransi, Mathla’ul Anwar menyatakan bahwa asuransi jiwa boleh dilakukan selama akadnya jelas dan sesuai syariah. Peran Perempuan dalam Kepemimpinan, Majelis Fatwa mendukung perempuan untuk menjadi pemimpin di sektor publik dengan alasan darurat (maslahah).

Komparasi dan Analisis

Ketiga institusi ormas keagamaan tersebut memiliki sejumlah persamaan dan tentu terdapat perbedaan. Aspek persamaanya, yakni (1) Ketiganya bertujuan menjawab persoalan agama kontemporer. (2) Bersifat kolektif dalam pengambilan keputusan. Adapun perbedaan, yakni NU fokus pada turats dan mazhab Syafi’i. Muhammadiyah lebih modern dan rasionalis dengan metode istinbat langsung dari Al-Qur’an dan Hadis. Mathla’ul Anwar mengambil pendekatan moderat, memadukan turats dengan konteks modern.

Kesimpulan

Bahtsul Masail NU, Majelis Tarjih Muhammadiyah, dan Majelis Fatwa Mathla’ul Anwar mencerminkan kekayaan tradisi keilmuan Islam di Indonesia. Ketiganya tidak hanya menjadi instrumen hukum Islam tetapi juga melestarikan dialog keagamaan yang harmonis. Dengan beragam pendekatan yang diusung, umat Islam memiliki kebebasan untuk memilih pandangan yang paling relevan dengan kondisi mereka.

Literatur menginspirasi

Dhoifur, A. (2012). Tradisi Bahtsul Masail dalam NU: Rekonstruksi Pemikiran Islam. Surabaya: JP Books.

Mubarok, A. (2020). Mathla’ul Anwar: Sejarah dan Pemikiran Islam. Serang: MA Press.

Nashir, H. (2010). Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Siradj, A. (2015). “Metodologi Majelis Tarjih: Sebuah Studi Komparasi.” Jurnal Pemikiran Islam Modern, 15(2), 120–140.

Qardhawi, Y. (2003). Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.

Shihab, M. Q. (2017). Membumikan Islam dalam Kemajemukan. Jakarta: Lentera Hati.

Zuhri, S. (2019). Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Zain, A. (2022). “Dinamika Fatwa dalam Keberagaman Indonesia.” Journal of Islamic Law, 10(1), 1–15.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *